Bos Bitcoin: Indonesia Sudah Punya Payung Hukum Uang Digital

2 Maret 2018 17:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uang virtual (Foto: REUTERS/DADO RUVIC)
zoom-in-whitePerbesar
Uang virtual (Foto: REUTERS/DADO RUVIC)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemunculan Bitcoin dan berbagai jenis uang digital lainnya, masih menjadi perdebatan tidak hanya di Indonesia, namun juga di berbagai negara di dunia. Ada negara yang tegas melarang, ada yang mengizinkan, sebagian lagi membiarkan karena belum memiliki regulasi yang mengatur uang digital.
ADVERTISEMENT
CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Darmawan menyatakan, mendukung sikap Bank Indonesia (BI) yang dengan tegas melarang Bitcoin dan uang digital lainnya digunakan sebagai alat pembayaran. Menurutnya, jika ditelaah Bitcoin juga tidak dapat dikategorikan sebagai efek.
Namun menurut Oscar, Bitcoin masih dapat dikategorikan sebagai komoditas. Hal ini ia simpulkan setelah menelaah UU Nomor 10 tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Menurut Oscar dalam kedua undang-undang tersebut, barang atau komoditas merupakan setiap benda yang berwujud maupun tidak berwujud.
"Maka dapat disimpulkan (Bitcoin) sudah sesuai dengan UU yang ada, Bitcoin sebagai komoditas. Payung hukum sudah ada," kata Oscar di Kampus IPMI, Jakarta, Jumat (2/3).
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, Bitcoin sebagai komoditas pengaturannya ada pada Kementerian Perdagangan sebagai regulator dari komoditas khusus yang diperdagangkan serta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
"Saya percaya mereka yang akan mengeluarkan peraturannya," tutup Oscar.
CEO bitcoin.co.id Oscar Darmawan. (Foto: Wandha Nur/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
CEO bitcoin.co.id Oscar Darmawan. (Foto: Wandha Nur/kumparan)
Kalau sebagai alat transaksi, katanya, dalam transaksi apapun UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang memang dinyatakan transaksi di Indonesia wajib dengan rupiah.
Selain itu, Oscar juga menyatakan Bitcoin tidak dapat dikategorikan sebagai efek. Hal itu mengacu pada tiga undang-undang yang melandasi. Pertama UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Menurut undang-undang tersebut, bitcoin tidak bisa dikategorikan sebagai efek.
"Kedua, UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kita lihat aja di banyak uang kripto itu setiap kali mereka pegang kripto tersebut, mereka tidak dapat hak suara dan enggak punya dividen. Maka dinyatakan bukan efek," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, berdasarkan UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan, Oscar juga tidak menemukan kecocokan antara landasan hukum tersebut dengan sifat Bitcoin. "Oleh karena itu kripto dalam ranah hukum Indonesia bukan efek. Belum ada landasan UU sebagai payung hukum," ujarnya.