Bos BRI: 5 Tahun ke Depan, 40 Persen Income Kita dari Teknologi

26 April 2019 16:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO BRI, Suprajarto. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
CEO BRI, Suprajarto. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Persaingan di industri perbankan semakin ketat. Perbankan tanah air dihadapkan pada munculnya perusahaan keuangan berbasis teknologi atau fintech yang menjadi pesaing baru di industri.
ADVERTISEMENT
Konsumen kini semakin punya banyak pilihan dalam mengakses produk jasa keuangan, termasuk mengajukan permohonan pinjaman melalui online. Bila tak disikapi maka pendapatan bank nasional terancam, karena saat ini mayoritas income masih digerakkan oleh bunga pinjaman.
Melihat perkembangan ini, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI melakukan langkah antisipasi. Sebagai bank yang dikenal dengan dekat dengan UMKM dan masyarakat kecil, BRI telah berinvestasi besar di teknologi, termasuk telah memiliki satelit sendiri.
Emiten berkode BBRI itu juga memiliki anak-anak perusahaan jasa keuangan yang nantinya bisa mendukung ekosistem industri keuangan. Ke depan, mesin baru pendapatan BRI akan digerakkan oleh jasa layanan seperti non-bunga atau fee based income yang berasal dari teknologi. Dominasi pendapatan bunga mulai dikurangi.
ADVERTISEMENT
Saat ini, mayoritas pendapatan BRI masih bersumber dari bunga, yakni sebesar Rp 108,45 triliun sepanjang 2018. Sementara pendapatan di luar bunga, di antaranya syariah Rp 3,12 triliun, premi Rp 4,17 triliun, dan operasional lainnya Rp 23,42 triliun. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama BRI, Suprajarto dalam program The CEO di kantor redaksi kumparan, Jakarta Selatan, pada Rabu (27/3).
"Keyakinan saya 5 tahun ke depan harus berubah ke teknologi. BRI ke depan, 40 persen revenue dari teknologi, minimal! Itu harapannya kita dari fee based, dari teknologi," kata pria yang akrab disapa Supra.
Dirut BRI Suprajarto. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kehadiran teknologi di dunia perbankan tak bisa ditolak. Ke depan, masyarakat perkotaan hingga pelosok pedesaan membutuhkan layanan perbankan yang cepat dan mudah. Perilaku nasabah BRI, lanjut Supra, sudah mengarah ke sana.
ADVERTISEMENT
Dengan perbaikan dan pengembangan teknologi layanan perbankan, Supra optimistis nasabah tak perlu lagi antre, bahkan tanpa perlu ke kantor bank untuk menggunakan layanan perbankan.
"Di desa pun enggak diduga, mereka sudah pegang handphone. Dia sudah tahu Instagram, Facebook. Hakikat orang itu, mau kemudahan kecepatan. Tanpa teknologi, enggak bisa. Ke depan bank pertumbuhannya ke teknologi," tambahnya.
Di sisi lain, BRI juga telah dan terus menyiapkan agen-agen perbankan mikro yang bisa menjangkau masyarakat pelosok. BRI sejak 2013 telah memperkenalkan dan meluncurkan branchless banking bernama BRILink, yakni layanan perbankan tanpa perlu membuka kantor cabang.
Artinya, mitra BRI menyediakan layanan perbankan yang menjangkau lingkungan mereka. Kehadiran BRILink mampu menghubungkan masyarakat yang selama ini tak atau sulit terjangkau dengan layanan bank, di sisi lain BRI mampu menghemat biaya bila pembukaan kantor di sana.
ADVERTISEMENT
"Bukan sombong, pasar kita sangat menggurita dengan sekarang 10.000 outlet lebih. Kemudian agen BRILink 400 ribu, tahun ini 500 ribu. Satu warung (agen BRILink) dengan surrounding area bisa grab pasar," tambahnya.
Direktur Utama BRI, Suprajarto. Foto: kumparan
Selain itu, BRI ke depan akan mengakuisisi atau bermitra dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD). BRI memandang perlu menggandeng BPD yang terancam dengan kehadiran fintech hingga persaingan ketat di industri perbankan. BRI akan memberikan pelatihan sumberdaya manusia, menempatkan direksi profesional di tubuh BPD, dan membantu dari sisi penyediaan teknologi sehingga bank daerah ini bisa bertambah kuat dan tumbuh di tengah persaingan ketat.
"BPD, makin lama bisa mati, cepat atau lambat. Makanya kita rangkul, teknologi digratisin, business practice dibenahi, SDM ditata, top management dari kita. Daripada nanti BPD sulit, ini akan bebani pemerintah. Kita coba kolaborasi," ujarnya.
Dirut BRI Suprajarto. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Selain berorientasi ke teknologi seperti basis big data, BRI tak melupakan nasabah yang membesarkannya, yakni UMKM. BRI bertanggungjawab membesarkan UMKM, tak sekadar memberikan pinjaman semata. Bank BUMN ini mendirikan BRI Microfinance Centre untuk memberikan jasa konsultasi kepada pelaku UMKM secara gratis dengan menggandeng konsultan dari perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Selain membenahi business model, BRI juga menyiapkan pasar dan mendorong penciptaan nilai tambah produk. Sebagai gambaran, BRI membina petani pagi organik di Jawa Barat. Dengan program ini, hasil pertanian meningkat dan nilai jual bertambah.
Potensi UMKM ini sangat besar dan banyak. Meski bersifat program Corporate Social Responsibility, ke depan mereka bisa berpotensi menjadi nasabah besar BRI.
"Kita coba karena value added tinggi, seperti padi organik, jadi harga Rp 10 ribu jadi Rp 25 ribu per kg. Kita jaga bibit dan pupuk. Kita siapin. Kemudian petani kita kasih sapi, kita kasih bak untuk tampung kotoran jadi pupuk. Ini dari main-main jadi beneran. Provinsi Jabar minta agar dilakukan lagi di beberapa tempat," tambahnya.
ADVERTISEMENT