Bos Garuda Enggan Tanggapi Permintaan BPK soal Laporan Keuangan

19 Juli 2019 13:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Ari Askhara. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Ari Askhara. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Hasilnya, BPK merekomendasikan agar Garuda membatalkan kerja sama antara PT Citilink (CI) dengan PT Mahata Aero Technology (MAT).
ADVERTISEMENT
Selain itu, lembaga auditor negara tersebut juga meminta maskapai pelat merah itu untuk melakukan penyajian ulang (restatement) atas laporan keuangan 2018. Jika pada penyajian ulang tersebut Garuda menghapus pendapatan dari kerja sama dengan Mahata, maka ada kemungkinan kinerja keuangan Garuda masih merugi.
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara enggan berkomentar.
No comment saya. No comment,” ungkap Ari Askhara di Hotel Raffles, Kuningan, Jakarta, Jumat (19/7).
Konferensi pers Garuda Indonesia terkait sanksi laporan keuangan perusahaan di Kebon Sirih, Jakarta. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Sebelumnya, berdasarkan proses audit, BPK menemukan beberapa hal janggal. Salah satunya yaitu perjanjian kerja sama Citilink dengan Mahata yang tidak memenuhi syarat sah perjanjian yang mencakup kedudukan para pihak dan objek perjanjian.
BPK menjelaskan, dalam perjanjian kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan Nomor CITILINK/JKTDSOG/PERJ-6248/1018 beserta seluruh perubahannya, disebutkan Direktur Utama Citilink hanya bertindak atas nama perusahaan dan tidak dinyatakan bahwa Dirut Citilink mendapatkan kuasa dari Garuda Indonesia Airlines (GIA). Sehingga yang mengaitkan diri dalam perjanjian tersebut hanya Citilink dan Mahata.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, BPK menilai, GIA dan Sriwijaya Air tidak memiliki kedudukan hukum. Termasuk tidak memiliki hak dan kewajiban perjanjian kerja sama layanan konektivitas tersebut. Terkait dengan objek perjanjian, BPK menyebutkan bahwa Citilink selaku pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut tidak memiliki kewenangan dan kuasa atas sebagian objek perjanjian yang merupakan milik Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air.
Selain itu, dalam surat kuasa, Dirut Sriwijaya Air memberikan kuasa atas 47 pesawat yang dimiliki, padahal yang dijanjikan sebanyak 50 pesawat. BPK menyebut, tiga pesawat yang ada di dalam perjanjian masih dalam proses perjanjian dan belum dimiliki Sriwijaya Air.
Kedua, BPK menemukan adanya kejanggalan kerja sama layanan konektivitas dan In-Flight Entertainment (IFE) belum bersifat final. Dalam hal itu, BPK melihat bahwa perjanjian masih akan dilakukan dengan adendum atau perubahan dan salah satunya belum mengatur detail terkait hak dan kewajiban Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, dan Mahata.
ADVERTISEMENT