BPK Kritik Kementan soal Peningkatan Produksi Bawang hingga Cabai

3 Oktober 2018 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani Bawang Merah (Foto: Kementan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani Bawang Merah (Foto: Kementan)
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya ketidakefektifan peningkatan produksi dan nilai tambah produk hortikultura untuk mendukung penurunan impor produk hortikultura tahun 2014 hingga semester I 2017 di Kementerian Pertanian (Kementan).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2018 BPK, Rabu (3/10), target produksi cabai dan bawang yang ditetapkan dalam rencana strategi (Renstra) Direktorat Jenderal Hortikultura belum didukung data dan informasi valid serta dapat dipertanggungjawabkan.
Akibatnya, target perencanaan secara nasional berpotensi tidak dapat tercapai, pelaksanaan kegiatan berpotensi tidak terarah untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai serta permasalahan nasional terkait dengan komoditas cabai, bawang, dan buah berpotensi tidak dapat diselesaikan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura.
"Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa program peningkatan produksi dan nilai tambah hortikultura khusus komoditas cabai, bawang, dan buah-buahan untuk mendukung stabilitas harga dan penurunan impor produk hortikultura tahun 2014 hingga semester I 2017 belum sepenuhnya efektif," tulis laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
BPK juga menemukan, manajemen pola tanam untuk mewujudkan kestabilan produksi cabai dan bawang belum optimal.
BPK menilai produksi aneka cabai dan bawang merah dari tahun 2014 sampai 2016 sebagian besar telah mencapai target produksi yang ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura dan revisinya serta prognosa kebutuhan nasional, tetapi hal itu dianggap belum stabil sepanjang tahun.
"Kebijakan manajemen pola tanam yang disusun oleh Direktorat Jenderal Hortikultura untuk menjaga kestabilan produksi belum berhasil dan belum dapat diterapkan di daerah. Akibatnya, terdapat potensi ketidakstabilan harga karena ketidakstabilan produksi," jelasnya.
Selain itu, BPK juga menemukan kegiatan pengembangan buah lokal yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Hortikultura belum dapat menggantikan kebutuhan buah impor. Impor buah ke Indonesia cukup besar, di antaranya terdapat impor buah jeruk pada waktu yang tidak diperbolehkan yaitu pada masa panen buah lokal.
ADVERTISEMENT
"Akibatnya, pencapaian program pemerintah tidak dapat terukur dan berkelanjutan dalam rangka penganekaragaman buah-buahan," jelasnya.
Petani menanam bibit Cabai di persawahan Gunung Gempol, Jumo, Temanggung, Jateng, Kamis (30/8/2018). (Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
zoom-in-whitePerbesar
Petani menanam bibit Cabai di persawahan Gunung Gempol, Jumo, Temanggung, Jateng, Kamis (30/8/2018). (Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Oleh karena itu, BPK merekomendasikan agar Kementan menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai pedoman penyusunan renstra, program, dan kegiatan, penetapan target, dan sasaran, serta mekanisme perubahan target dan sasaran dari program.
Kementan juga disarankan bisa menyusun manajemen pola tanam yang diselaraskan dengan ketentuan di daerah, serta memuat data kebutuhan bulanan secara nasional, target produksi bulanan, dan target luas tanam. selain itu, mengatur waktu pemberian bantuan pemerintah dan meningkatkan koordinasi antara pusat dan daerah.
BPK juga menyarankan agar Kementan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Ditjen Bea dan Cukai dalam upaya mengatur pemasukan buah impor dan mempertimbangkan jadwal panen buah lokal.
ADVERTISEMENT