British Petroleum Targetkan 80 Persen Pekerjanya Orang Papua pada 2029

9 November 2018 19:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para siswa Petro Tekno, sekolah milik British Petroleum di Ciloto. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para siswa Petro Tekno, sekolah milik British Petroleum di Ciloto. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perusahaan minyak dan gas British Petroleum (BP) Berau Ltd menargetkan 80 persen pekerjanya di ladang gas Tangguh yang berada di Teluk Bintuni, Papua, berasal dari orang asli Papua. BP Berau merupakan anak usaha British Petroleum, perusahaan migas besar asal Inggris.
ADVERTISEMENT
Untuk merealisasikannya, perusahaan membuat sekolah khususnya bagi anak-anak Papua untuk belajar teknik tentang industri migas. Satu sekolah mereka adalah Petro Tekno yang berada di daerah pegunungan Ciloto, Cianjur, Jawa Barat.
Kepala Sekolah Petro Tekno, Dika Yuana, mengatakan program ini bertujuan untuk menasionalisasikan pekerjanya. Maksudnya, dia ingin para pekerja di Tangguh LNG mayoritas anak-anak Papua, terutama yang tinggal di sekitar ladang gas ini.
“Jadi kita tidak ingin hanya (pekerja) nasional yang persentasenya tinggi, tapi juga masyarakat Papua yang bekerja di sana juga tinggi. Kita ada beberapa program dan targetnya (masyarakat) Papua. Jadi kita komitemen 80 persen tenaga kerja di Tangguh adalah (orang) Papua pada 2029,” kata Dika di Ciloto, Jumat (9/11).
ADVERTISEMENT
Saat ini, pekerja di Tangguh LNG yang berasal dari Papua mencapai 50 persen. Dengan target 80 persen pada 2029 nanti, 15 persen sisanya akan diisi pekerja dari daerah lain seperti dirinya yang berasal dari Jawa.
Para siswa Petro Tekno, sekolah milik British Petroleum di Ciloto. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para siswa Petro Tekno, sekolah milik British Petroleum di Ciloto. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
Sekolah Petro Tekno di Ciloto sudah berjalan tiga tahun. Adapun masa belajar di sekolah selama 3 tahun dengan minimal pendidikan SMK atau SMA. Saat ini, total jumlah siswanya ada 112 orang. Angkatan pertama pada 2016 sekitar 40 orang. Tapi 6 di antaranya gugur karena berbagai alasan.
Sementara angkatan 2017 dan 2018 masing-masing ada 39 siswa. Sebagian besar mereka berasal dari Teluk Bintuni, daerah terdekat Tangguh LNG yang jumlahnya 57 orang siswa. Sisanya dari Fakfak dan beberapa daerah di Papua Barat seperti Manokwari, Sorong, dan Jayapura.
ADVERTISEMENT
Dika menargetkan angkatan 2016 akan lulus pada Januari 2019. Dia mengatakan, setelah lulus dari sekolah ini mereka bisa bekerja dengan mudah di BP meski harus tes lagi.
“Jadi mereka sudah 3 tahun dan harapannya Januari tahun depan sudah lulus dan 1 Februari sudah bisa bekerja di Tangguh LNG. Karena BP tidak ada perbedaan gender, siapapun bisa bekerja di sini. Jadi perempuan dan laki-laki kurang lebih jumlahnya sama,” tuturnya.
Sebagai Kepala Sekolah, Dika mengaku tidak mudah melakukan perekrutan. Tantangannya karena lokasi rumah para calon siswa yang jauh. Jadi, undangan untuk tes kebanyakan tidak dikirim melalui email, melainkan datang langsung ke rumah-rumah.
Para siswa Petro Tekno, sekolah milik British Petroleum di Ciloto. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para siswa Petro Tekno, sekolah milik British Petroleum di Ciloto. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
Masyarakat di sana hidup sederhana. Oil and gas menjadi sesuatu yang baru. Di sana, kata Dika, tidak ada SMK, hanya adanya SMA. Itupun cuma satu kelas setiap angkatan. Kemampuan kimia, fisika, matematika para siswa sangat terbatas karena standar sekolahnya berbeda dengan di Jakarta.
ADVERTISEMENT
“SMA di sana mungkin setara SMP di sini. Di sana tidak ada bahasa Inggris sama sekali. Jadi, kurikulum kami sangat spesifik buat LNG. Enam bulan pertama kita ulangi lagi pelajaran SMA karena ada beberapa adik-adik di sana yang perkalian saja enggak tahu. Persentase 20 persen enggak tahu. Kita mulai dari awal,” kata dia.
Kemampuan bahasa Inggris, diakui Dika, sangat penting di industri hulu migas, termasuk BP karena pengajarnya berasal dari Inggris. Setelah 6 bulan digenjot pelajaran dasar, barulah masuk ke pelajaran jurusan yang digelutinya selama 2 tahun lebih. Di sini, ada 4 jurusan yaitu production, instruments, mechanical, dan electrical.
“Enam bulan terakhir mereka job training di sini dan Papua. Belajar di sini pakai bahasa Inggris karena gurunya dari Inggris kebanyakan. Harapannya, level standar bahasa Inggris B2, jadi memudahkan mereka juga kalau mau kuliah di Eropa pun bisa,” tutup Dika.
ADVERTISEMENT