Bursa Perdagangan Komoditas RI Tak Pasang Target Tinggi di 2019

25 Januari 2019 20:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Investment Outlook “Kemilau Harga Emas Di Tahun Babi 2019” di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Investment Outlook “Kemilau Harga Emas Di Tahun Babi 2019” di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) targetkan pertumbuhan 15 persen di tahun 2019. Target tersebut dianggap tidak terlalu ambisius mengingat capaiannya di tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) mencapai pertumbuhan sebesar 22,5 persen pada kontak multilateral dan 31.91 persen pada kontrak bilateral di 2018. Emas dan kopi merupakan komoditas dengan volume transaksi terbesar. Emas di peringkat pertama memiliki proporsi 43,2 persen sedangkan kopi memiliki proporsi 38,4 persen dari volume transaksi kontrak multilateral di 2018.
BBJ menimbang fluktuasi ekonomi di 2018 akan berlanjut ke 2019. Kondisi tersebut mendorong BBJ untuk menetapkan target yang tidak terlalu ambisius di 2019.
“Perang dagang antara China dan Amerika serta perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Semua itu berpengaruh pada fluktuasi harga emas dan komoditi pertanian. Ini akan berlanjut ke 2019,” ungkap Dirut Bursa Berjangka Jakarta Stephanus Paulus Lumintang Pada Acara Investment Outlook di Hotel Ritz Carlton, Jakarta (25/1).
Sejumlah pekerja membersihkan buah kopi yang baru datang dari petani di distrik Shebedino di Sidama, Ethiopia.  (Foto: REUTERS / Maheder Haileselassie)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja membersihkan buah kopi yang baru datang dari petani di distrik Shebedino di Sidama, Ethiopia. (Foto: REUTERS / Maheder Haileselassie)
Namun demikian Dirut BBJ meminta investor untuk tidak khawatir berinvestasi di bursa berjangka. Apalagi mempertimbangkan komoditas seperti emas yang likuid jika dibandingkan dengan investasi lain seperti properti.
ADVERTISEMENT
“Kalau dilihat dari history-nya, bursa berjangka sudah punya pondasi yang kuat. Hujan badai sudah biasa, jadi santai saja,” tambahnya.
Selain itu, BBJ merencanakan untuk meluncurkan kontrak syariah di 2019. Namun BBJ masih menunggu izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).
“Kami butuh dukungan pemerintah dan BAPPEBTI untuk merealisasikan hal tersebut,” imbuhnya.
BBJ Ingin Perhatian dan Dukungan Jokowi
Anggota bursa berjangka merasa Presiden Jokowi dan menterinya belum memberi perhatian pada bursa komoditas itu. Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) mencapai pertumbuhan sebesar 22,5 persen pada kontak multilateral dan 31.91 persen pada kontrak bilateral di 2018. Di tahun 2019 sendiri, BBJ menetapkan target pertumbuhan sebesar 15 persen.
Chief Business Officer PT Rifan Financindo Berjangka, Teddy Prasetya mengutarakan kekecewaannya sebagai anggota BBJ akan kurangnya perhatian pemerintah. Pihaknya berharap setidaknya Presiden RI Joko Widodo dapat menyempatkan untuk hadir di BBJ.
ADVERTISEMENT
"Kita sudah minta, jadi sampai hari ini saya yakin Pak Jokowi mungkin tidak tahu tentang bursa berjangka Jakarta. Padahal kan bursa termasuk untuk komoditas Indonesia," ungkap Teddy Prasetya.
Bahkan sebagai anggota bursa berjangka tersebut, inisiatifnya untuk mengundang keterlibatan pemerintah belum mendapat respons yang cukup, termasuk dari pihak Kementerian Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Terakhir saya mau bertemu Menteri Perdagangan, jawabannya (untuk menemui) Pak Thomas Lembong. Pak Thomas Lembong melalui staf ahlinya mengatakan bahwa mereka berjuang untuk mengerti tentang industri ini," katanya.
Para anggota bursa ini berharap Bursa Berjangka bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Layaknya perhatian yang diberikan pada Bursa Efek.
"Tentu kita iri, pasar modal pembukaan oleh presiden, penutupan oleh wakil presiden, menteri datang semua," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Tsana Fairuz Kamilla