Buwas Disebut Jadi Calon Dirut Bulog, Bisakah Masalah Beras Diatasi?

21 April 2018 11:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BNN, Budi Waseso saat Konpers Akhir Tahun (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BNN, Budi Waseso saat Konpers Akhir Tahun (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol. (Purn) Budi Waseso, disebut-sebut bakal ditunjuk menjadi Direktur Utama Perum Bulog. Informasi ini sudah beredar di kalangan wartawan, sejak Jumat (20/4) sore.
ADVERTISEMENT
Dimintai komentar soal tersebut, Deputi Bidang Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro menjawab singkat, “Sampai sekarang belum ada (pergantian Dirut Bulog),” katanya kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (21/4).
Sementara itu mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai, Bulog memang menghadapi masalah rendahnya penyerapan beras produk petani lokal. Namun menurutnya, pemicu masalah itu bukan di Bulog, tapi di kebijakan pemerintah sendiri.
“Kalau soal Pak Budi Waseso jadi Dirut Bulog, selama belum terjadi saya enggak bisa komentar. Tapi siapa pun Dirut Bulog, enggak akan berubah (jadi lebih baik) kalau kebijakan pemerintahnya tidak diperbaiki,” kata Said dalam perbincangan dengan kumparan (kumparan.com), Sabtu (21/4).
Ketua Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) periode 2009-2013 itu menjelaskan, Bulog sulit meningkatkan stok beras nasional karena rendahnya harga pokok pembelian (HPP). Mengacu pada Inpres No. 5 tahun 2015, HPP Bulog untuk gabah kering panen dipatok Rp 3.700/kg, sementara harga pembelian beras Rp 7.300/kg.
Persediaan beras Bulog (Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
zoom-in-whitePerbesar
Persediaan beras Bulog (Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
“Sudah 3 tahun HPP Bulog enggak naik. Pemerintah enggak mau naikkan, karena takut inflasi tinggi,” tambahnya. Dengan HPP yang terlalu rendah, akibatnya Bulog tak bisa bersaing, karena petani memilih menjual hasil panen ke tengkulak dengan harga Rp 4.200-Rp 5.000 per kilogram.
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya stok beras nasional tak beranjak untuk bisa menyentuh angka 1 juta ton. Hingga Maret lalu, stok beras nasional yang dikuasai Bulog hanya ada di kisaran 700 ribu ton.
Selain masalah HPP yang terlalu rendah, Said Didu menambahkan, dana yang dimiliki Bulog melakukan pengadaan juga sangat terbatas. Itu pun merupakan dana komersial dengan biaya bunga tinggi, karena pemerintah tak mau memberikan pendanaan.
“Jadi masalahnya di pemerintah, bukan di direksi. Bulog itu kambing hitam kegagalan pemenuhan stok beras nasional,” tandasnya.