Cegah Transaksi Pencucian Uang, Pemerintah Perketat Aturan Fintech

30 April 2019 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan memperketat aturan terkait teknologi keuangan (fintech) untuk mencegah adanya transaksi yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) maupun korupsi.
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, selama ini para pelaku fintech selalu dapat mengelabui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan memecah transaksi (smurfing). Adapun selama ini batasan maksimal transaksi keuangan konvensional atau secara tunai yang harus dilaporkan adalah Rp 100 juta per hari.
"Maka, untuk memitigasi risiko fintech dan virtual currency tersebut, tentunya pemerintah bersama BI dan OJK tidak dapat bergerak sendiri, kolaborasi dan peran aktif dari platform fintech juga diperlukan,” ujar Darmin dalam keterangan resmi, Selasa (30/4).
Darmin Nasution, Menteri Perekonomian Foto: Garin Gustavian/kumparan
Sementara itu, Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae menuturkan, dalam jangka pendek ini pemerintah bisa merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Sebab menurutnya, dalam beleid tersebut tidak ada keharusan fintech untuk melaporkan transaksi ke PPATK.
ADVERTISEMENT
"Jadi untuk immediately, ini bisa ditempuh pemerintah. Meskipun revisi PP saja tidak cukup harus ada dasar hukum yang lebih kuat seperti UU yang baru," kata Dian.
Menurut Dian, PPATK telah mencium adanya fintech yang terindikasi adanya transaksi mencurigakan. Dengan begitu, perlu adanya aturan yang mengikutsertakan otoritas agar saling komprehensif menangani ini. Sayangnya, Dian enggan menjelaskan lebih lanjut hal tersebut.
"Ada, tapi tidak terlalu banyak karena sistemnya kita terlalu komprehensif menangani isu ini, belum bisa disclose," tambahnya.