Curhat Dirut ASDP: Naik Ferry Lebih Murah dari Upah Kuli Panggul

22 Maret 2019 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi memberikan pemaparan saat berkunjung ke kantor kumparan. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi memberikan pemaparan saat berkunjung ke kantor kumparan. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang kerap menggunakan transportasi antarpulau melalui jalur laut, tentu sangat akrab dengan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). BUMN ini memang mengelola pelabuhan penyeberangan antarpulau, serta kapal ferry yang menjadi tumpangan para penumpang serta angkutan barang.
ADVERTISEMENT
Perusahaan yang sudah berdiri selama 46 tahun itu, saat ini mengelola 35 pelabuhan penyeberangan dan 150 kapal ferry di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, penyeberangan di Pelabuhan Merak-Bakauheni dan Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk yang paling ramai.
Tak heran jika kedua pelabuhan penyeberangan itu menyumbang sekitar 60 persen pendapatan perseroan.
Uniknya, tarif penyeberangan penumpang reguler terbilang masih sangat murah meskipun tanpa subsidi. Untuk lintasan Ketapang-Gilimanuk misalnya, dibanderol Rp 8.000 per penumpang. Sementara Merak-Bakauheni sebesar Rp 15.000 per penumpang.
Dengan tarif sebesar itu, Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi menilai, ongkos naik ferry justru lebih murah daripada upah kuli panggul yang membantu penumpang mengangkut barang di pelabuhan.
"Paling kelihatan (timpang) itu tiket Rp 8.000, tapi tarif kuli panggul Rp 25.000 atau lebih mahal dari tarif tiketnya," kata Ira dalam wawancara khusus dengan kumparan di program The CEO, di kantor redaksi kumparan, Jakarta Selatan, Kamis (28/2).
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi (kanan) bersama Direktur Layanan dan Fasilitas PT ASDP Indonesia Ferry, Christine Hutabarat saat berkunjung ke kantor kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Menurutnya, harga tiket penyeberangan sebesar itu sama sekali tak memperoleh subsidi. Untuk kenaikan, hal tersebut tak mudah karena yang memutuskan dari Kementerian Perhubungan.
ADVERTISEMENT
"Itu highly regulated," sebutnya.
Meski tarif relatif murah, bisnis penyeberangan masih berkontribusi besar terhadap pendapatan perusahaan. Namun, pertumbuhannya sudah stagnan, yakni penyeberangan orang tumbuh 4,2 persen dan roda 4 tumbuh 5,51 persen di 2018. Karenanya ke depan, ASDP membidik bisnis logistik dan pariwisata. Kedua bisnis ini akan menjadi mesin baru untuk mencetak pendapatan.
"Kita lihat peran kita makin besar. Kalau penyeberangan dan pelabuhan di bawah 10 persen, kalau logistik itu naik di atas 15 persen," kata dia.
Biaya logistik Indonesia, lanjut Ira, dinilai masih sangat mahal. Yakni sekitar 24 persen terhadap Produk Domestik Produk (PDB). Biaya logistik ini selanjutnya berkontribusi terhadap harga barang. Padahal logistik sama sekali tak memiliki nilai tambah.
ADVERTISEMENT
"Logistik enggak ada value added-nya. Logistik itu cuma bakar bensin saja. Tapi kalau logistik tak akan turun (bisnisnya). Enggak mungkin babi dari Kupang ke Surabaya naik pesawat. Atau bawa mobil Toyota dari Jawa ke Sumatera, pasti lewat RORO. Kita melihat ke sana," sebutnya.
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi (kanan) saat berkunjung ke kantor kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Bantu Sambungkan Daerah Terpencil
Selain itu, ia berpandangan, angkutan penyeberangan laut, sungai, dan danau sangat penting di Indonesia. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan dan masih memiliki banyak daerah terpencil yang susah dijangkau lewat jalur darat.
Kehadiran kapal ASDP Indonesia Ferry sangat dirasakan manfaatnya saat bencana kelaparan di Kabupaten Asmat, Papua. Kapal ferry milik ASDP berhasil masuk ke daerah terpencil, melalui jalur sungai untuk mendistribusikan logistik dan bantuan kemanusiaan. Kapal ferry ASDP awalnya melayani 3 kali penyeberangan dalam sebulan. Kini jumlahnya dinaikkan menjadi 6 kali dalam sebulan.
ADVERTISEMENT
Frekuensi tersebut dinilai Ira masih sedikit, namun paling tidak bisa membantu memperlancar lalu lintas orang dan barang.
"Kalau di daerah terpencil, enggak ada kami, bisa mati. Misal di daerah Asmat. Kita segera dengan Kemenhub melayani 1 bulan 6 kali. Kita berencana ada smart ship, (di kapal) ada dokter, perpustakaan. Itu enggak selesaikan masalah menyeluruh, tapi at least ada sesuatu yang disentuh untuk saudara kita," tuturnya.
Penugasan lainnya ialah penyeberangan di Danau Toba, Sumatera Utara, pascamusibah tenggelamnya kapal angkut di sana. ASDP ditugasi Kementerian Perhubungan mengoperasikan 1 unit kapal ferry yang memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan. Kapal ini mampu mendukung lalu lintas masyarakat dan pariwisata di Danau Toba.
"Pemerintah tugasi ASDP. Kapal terbagus ada di Toba, bagus untuk safety dan comfort. Ke depan, kita mau ada 3 (kapal)," tambahnya.
ADVERTISEMENT