Curhat Peternak yang Rugi Besar saat Harga Ayam Anjlok dan Pilih Rehat

25 Juni 2019 16:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suparda, peternak ayam di Dusun Gluntung, Desa Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suparda, peternak ayam di Dusun Gluntung, Desa Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dusun Gluntung, Desa Patuk, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, dikenal sebagai pusatnya peternak ayam. Di tempat ini ada sekitar 30 peternak. Namun, hiruk pikuk peternakan di dusun tersebut kini sepi.
ADVERTISEMENT
Usai perayaan Lebaran lalu, banyak peternak gulung tikar dan beralih ke sektor pertanian. Anjloknya harga ayam menjadi alasan.
Supardal (47), salah satunya. Berprofesi sebagai peternak ayam mandiri sejak 2001, kini Pardal -sapaan akrabnya- memilih untuk rehat sejenak. Harga yang tak pasti membuatnya tak berani memelihara ayam usai panen Lebaran lalu.
“Ya kemarin setelah lebaran kemarin (terakhir panen). 3.000 ekor waktu itu agak tinggi sekitar Rp 15.000 tapi sekarang udah mulai turun. Setelah itu sampai saat ini rendah. Saya belum pelihara lagi karena harga (turun),” katanya saat ditemui di rumahnya, Selasa (25/6).
Kandang ternak ayam yang masih beroperasi di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Turunnya harga ayam bahkan sampai ke titik yang tak pernah dia bayangkan. Harga ayam turun hingga menjadi Rp 6.000 per kg. Dia pun rugi besar karena tidak mampu menutupi biaya pokok produksi (BPP).
ADVERTISEMENT
“Harga terakhir Rp 10.000 (per kilogram). Ada yang Rp 9.000 ada pernah kemarin Rp 7.000, lalu Rp 6.000. Ya sudah agak lama (profesi ternak atam) sejak 2001. Iya ini harga yang paling rendah margin kerugiannya begitu besar. Yang paling besar,” keluhnya.
Kondisi seperti ini berat bagi peternak. Dia bilang kondisi ini tak adil karena pedagang tetap untung namun peternak merugi. Akan tetapi dirinya tak bisa berbuat banyak, stok ayam yang melimpah membuat peternak saling menurunkan harga.
“Harga pokok produksi (HPP) itu Rp 18.000 per kg. Sementara peternak mandiri ruginya hampir Rp 10.000 per kg. Sementara panen ayam 3.000 ekor satu peternak, per ekor beratnya 2 kg. Tinggal kalikan saja (kerugiannya),” sebutnya.
Kandang ternak ayam yang masih beroperasi di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Dari hitung-hitungan kasat, rata-rata peternak sekali panen rugi hingga Rp 60 juta. Alih-alih mendapat untung, peternak justru rugi besar.
ADVERTISEMENT
“Karena harga itu dikarenakan stoknya terlalu banyak atau gimana. Stok di lapangan sehingga turun drastis,” katanya.
Beberapa Beralih Menjadi Peternak Mitra
Diakuinya, sebagian peternak ayam kemudian beralih menjadi peternak mitra perusahaan. Mereka akan diberi stok bibit untuk kemudian disetorkan kembali ke perusahaan. Namun, menurut Pardal hal itu bukan pilihan baginya.
“Itu kemitraan ya ada beberapa kesitu kalau dah tidak mampu mandiri ke situ. Pembesaran. Ya relatif aman tapi kan jadi dibagi dua. Kalau saya off dulu saja sementara,” timpalnya.
Kandang ternak ayam yang masih beroperasi di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Di sisi lain, saran Kemendag agar peternak bagikan ayam gratis kepada masyarakat bukanlah solusi. Namun dia sudah pupus harapan apalagi saat ini banyak masyarakat masih membeli ayam mahal namun sebenarnya murah di peternak.
ADVERTISEMENT
“Ya bukan solusi. Tapi ya gimana ya. Seperti di bilang Apayo (Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta) dari pada masyarakat beli tinggi kan. Ini salah satu aksi berbagai pihak bisa mengetahui kalau bisa sama-sama untung antara bakul dan peternak,” katanya.
Mereka yang Tetap Bertahan saat Harga Ayam Anjlok
Setidaknya ada 30 peternak ayam di Dusun Gluntung, Desa Patuk, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkdiul, DI Yogyakarta. Namun kini hanya satu peternak yang tersisa yaitu Giyono (48). Ditengah badai gulung tikar akibat harga ayam anjlok, Giyono tetap tabah. Sementara rekan-rekannya memilih rehat dan beralih bercocok tanam.
“Bertahan tapi ya kolaps. Ya mungkin ada harapan suatu saat harganya kembali normal,” ujarnya.
Giyono, peternak ayam di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Di kandang miliknya itu, ada sekitar 3.000 ekor ayam dengan umur 19 hari. Ketika berusia 36-37 hari maka ayam tersebut akan di panen. Artinya, Giyono masih punya waktu dua minggu lagi untuk berdoa agar harga ayam di peternak naik.
ADVERTISEMENT
“Pasti ada (kekhawatiran), ya punya harapan mungkin harganya bisa ini (naik) lagi,” kata dia.
Harapan terbesit di benak Giyono lantaran berkaca pada panen terakhir. Kemarin dirinya panen pada H+7 puasa seharga Rp 19.000 per kg. Dia beruntung bisa menjual mahal waktu itu. Dengan BPP sekitar Rp 18.000 per kg maka dia masih untuk Rp 1.000 tiap kg.
“Kemarin itu kita panen puasa H+7 puasa itu Rp 19.000. Untung seribu,” sebutnya.
Mari berhitung. Saat itu Giyono mengaku panen 4.000 ekor dengan masing-masing berat per ekor 2 kg. Artinya dari setiap ekor ayam yang dia jual untungnya sekitar Rp 2.000. Total Giyono hanya untung sebesar Rp 8 juta untuk waktu 36 hari.
Giyono memberi makan ayam di peternakan miliknya di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Lalu bagaimana sekarang? Giyono masih mengaku was-was. Pasalnya, harga ayam sempat anjlok menyentuh angka Rp 6.000 per kg. Jika harga tersebut ia temui saat panen besok maka dia akan rugi besar. Pasalnya harga anak ayam atau Day Old Chicken (DOC) yang dia beli sudah Rp 6.500 per ekor.
ADVERTISEMENT
“Kemarin posisi terpuruk di harga Rp 5.000 per ekor. Sedang DOC saja Rp 6.500 per ekor. Harga pokok produksi sekitar Rp 18.000 per kg buat operasional sama DOC,” tutupnya.