Dana Asing Bersiap Hengkang dari RI, Bank Dunia Ingatkan Jokowi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam materi presentasi Bank Dunia ke pemerintah yang diterima kumparan, Jumat (6/9), pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus menurun akibat lemahnya produktivitas dan melambatnya pertumbuhan tenaga kerja. Tak hanya itu, melemahnya harga komoditas juga terus menekan perekonomian domestik.
"Pertumbuhan PDB Indonesia akan berlanjut menurun akibat lemahnya produktivitas dan pertumbuhan tenaga kerja yang melambat. Jika pertumbuhan ekonomi di China turun 1 persen poin, ekonomi Indonesia akan turun 0,3 persen poin," tulis keterangan Bank Dunia tersebut.
Perlambatan ekonomi global saat ini, ditambah dengan perang dagang AS-China, serta potensi resesi ekonomi AS, juga akan memicu capital outflow yang lebih besar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga dinilai akan semakin terpuruk karena masih adanya defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Adapun di kuartal II 2019, CAD Indonesia mencapai USD 8,4 miliar atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari kuartal sebelumnya yang hanya 2,6 persen dari PDB.
Bank Dunia memproyeksi, CAD Indonesia di akhir 2019 sebesar USD 33 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar USD 31 miliar. Selain itu, investasi asing atau foreign direct investment (FDI) Indonesia hanya USD 22 miliar hingga akhir tahun ini.
Dengan kondisi itu, Bank Dunia menilai, Indonesia membutuhkan dana asing masuk (inflow) minimal USD 16 miliar per tahun untuk menutup gap defisit tersebut.
“Pembiayaan eksternal yang dibutuhkan bisa lebih banyak jika capital outflow yang diprediksi benar-benar terjadi,” tulisnya.
Namun demikian, Bank Dunia menilai solusi untuk mempertahankan perekonomian domestik bukan menurunkan CAD, namun meningkatkan investasi atau FDI. Nah masalahnya, FDI ini tidak dengan mudah datang ke Indonesia. Menurut data Bank Dunia, kontribusi FDI ke pertumbuhan ekonomi RI stagnan sejak 2014.
ADVERTISEMENT
Insentif fiskal seperti tax holiday juga dinilai Bank Dunia tak seluruhnya menyelesaikan masalah dan membuat Indonesia kompetitif secara global di sektor otomotif, tekstil, elektronik, maupun manufaktur.
"Indonesia harus reformasi besar-besaran dengan membangun kredibilitas dengan membangun bisnis yang terbuka, kepastian peraturan, dan kepatuhan dengan kebijakan presiden," tambahnya.
Indonesia harus belajar banyak dari negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Mereka mampu menyederhanakan dan mempercepat perizinan sehingga FDI mudah masuk dan merealisasikan investasinya.
"Perusahaan mesin cuci Korea Selatan memindahkan pabriknya dari China ke Thailand dan Vietnam hanya perlu 60 hari, setelah AS menjatuhkan tarif di 2016. Selanjutnya ekspor (kedua negara) langsung melonjak tajam," ungkap laporan Bank Dunia.
ADVERTISEMENT