Dana Kelurahan Dikritik Kubu Prabowo, JK Akui Belum Ada Dasar Hukumnya

23 Oktober 2018 15:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prabowo saat di rumah dinas Jusuf Kalla. (Foto: Kevin S/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo saat di rumah dinas Jusuf Kalla. (Foto: Kevin S/kumparan)
ADVERTISEMENT
Janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan dana operasional kelurahan pada 2019 yang telah menuai kritik dari kubu Prabowo-Sandi, diakui Wakil Presiden Jusuf Kalla memang belum memiliki dasar hukum. Sebelumnya Jokowi melontarkan janji itu, dalam acara Pekan Inovasi Perkembangan Desa/Kelurahan (PINDesKel) Tahun 2018, Jumat (19/10) pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, untuk dapat menganggarkan dan menyalurkan dana kelurahan memang harus dibuatkan dasar hukumnya terlebih dahulu. Menurutnya, dasar hukum itu bisa berupa Peraturan Pemerintah (PP).
“Memang harus dibuat PP-nya yang baru. Tapi ini sekarang memang belum bisa, sehingga akan diatur, aturannya bagaimana payung hukumnya,” kata JK saat ditemui di kantornya di Jakarta, Selasa (23/10).
Tapi saat ditanya, undang-undang mana yang akan menjadi rujukan PP tersebut, Wapres belum dapat menjelaskan hal itu. Dia mengungkapkan, janji Jokowi untuk memberikan dana operasional kelurahan bermula dari usulan para walikota.
Terkait janji pemberian dana operasinal kelurahan ini, kubu Prabowo-Sandi menilai hal tersebut sebagai kebijakan politis untuk meraih dukungan pada tahun politik, yakni Pilpres 2019 mendatang. Menanggapi kritik ini, JK menyatakan hampir setiap tahun menjadi tahun politik bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Setiap tahun itu tahun politik. Tahun lalu juga tahun politik, mau Pilkada. Tahun politik ini kan tiap tahun kita ada tahun politik, terus menerus. Habis itu kan ada pilkada 2022,” ujarnya.
Wapres juga menyatakan, besaran anggaran untuk dana operasional kelurahan ini secara resmi belum diputuskan. Tapi wacana yang muncul adalah sebesar Rp 3 triliun, yang diambil dari alokasi dana desa yang besarnya Rp 73 triliun.