Darmin: Masalah Sawit Bisa Berdampak ke Hubungan Baik RI - Uni Eropa

20 Maret 2019 16:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Syifa Yulinnas/Antara
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Syifa Yulinnas/Antara
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah melakukan kerja sama dagang dengan Uni Eropa (UE) sejak lama. Hubungan kedua belah pihak yang terjadi sejauh ini juga telah terjalin dengan harmonis, bahkan hingga saat ini Indonesia masih melakukan negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan Eropa (Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU CEPA).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, keputusan diskriminatif UE terhadap kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) berpotensi merusak hubungan baik yang terjadi sejak lama.
"(Dalam) kesempatan ini kami juga ingin mengerti kalau upaya unfair ini berlanjut, ini bisa sampai mempengaruhi hubungan baik UE dan Indonesia. Tentunya Malaysia dan negara-negara lainnya," katanya saat melakukan konferensi pers di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (20/3).
Darmin menilai, keputusan diskriminatif UE untuk menghentikan kelapa sawit melalui kebijakan Renewable Energy Commision of the EU Issue Delegated Act From Renewable Energy Directive II (RED II), sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap komoditi tumbuhan nabati lainnya seperti bunga matahari (rapseed) dan soya bean (kedelai).
ADVERTISEMENT
"Kita kalau membaca ILUC (Indirect Land Use Change) itu buat kita sangat terang benderang ini adalah langkah untuk meng-exclude (melarang masuk) CPO dari negara UE, karena mereka kalah," sambungnya.
CPO menjadi komoditas yang strategis bagi Indonesia. Berdasarkan paparan Darmin, pada tahun 2018 nilai ekspor CPO mencapai USD 17,89 miliar atau 3,5 persen kontribusi kepada Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, industri ini menyerap hingga 19,5 juta pekerja.
Hingga kini keputusan Komisi Uni Eropa masih menunggu hasil perundingan. Adapun dalam perjalanannya, waktu yang ditempuh untuk memutuskan apakah kebijakan ini akan langsung diterapkan atau tidak sejak 2 bulan sejak 13 Maret 2019.
Saat ini pemerintah Indonesia didukung oleh Malaysia sebagai negara dengan produksi kelapa sawit terbesar ke-2 di dunia dan beberapa negara lainnya untuk menentang keputusan UE terhadap kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
"Indonesia dan Malaysia kita juga akan menggunakan (CPOPC). Saat ini sudah mulai bertambah seperti Kolombia dan semakin besar untuk mempersiapkan berdiplomasi dan berkampanye karena apa yang kita hadapi di Eropa benar-benar diskirminasi," tegasnya.