news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Debat Kedua, Capres Diharapkan Buat Strategi Tekan Impor Migas

16 Februari 2019 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Lipsus kumparan: Jokowi-Prabowo berebut alumni. Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lipsus kumparan: Jokowi-Prabowo berebut alumni. Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
Calon presiden (Capres) Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan kembali bertemu dalam debat kedua besok, Minggu (17/2). Debat kali ini membahas pangan, energi, infrastruktur, sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengharapkan, para capres juga bisa menaikkan produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia. Hal ini untuk mengurangi defisi neraca berjalan.
Menurutnya, penyebab utama defisit neraca perdagangan dan berjalan adalah sektor migas. Hal ini akibat produksi migas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehingga untuk memenuhinya harus impor.
"Defisit neraca berjalan, antara migas dan nonmigas, migas selalu defisit, data dari BI sejak 2013 kita sudah negatif karena produksi menurun konsumsi meningkat," kata Berly kepada kumparan, Sabtu (16/2).
Ilustrasi Lipsus kumparan: Jokowi-Prabowo berebut alumni. Foto: Basith Subastian/kumparan
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) sebesar 2,95 persen pada 2014. Kemudian defisit tersebut dapat ditekan menjadi 2,06 persen pada 2015. Selanjutnya defisit terus ditekan menjadi 1,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya defisit transaksi berjalan turun menjadi 1,7 persen dari PDB di 2017. Namun defisit transaksi berjalan membengkak menjadi 2,98 persen terhadap PDB di 2018.
Menurut Berly, laju penurunan produksi minyak yang terus terjadi harus diatasi pemerintahan berikutnya, agar impor minyak bisa dikurangi karena tertutupi dari produksi sumur di dalam negeri.
"Kita coba ternyata tren menurun. Sejak 2014 turun 30 persen lifting minyak," katanya.
Berly menuturkan, defisit migas harus dikurangi dengan meningkatkan produksi minyak, sebab jika defisit migas terus terjadi dan membesar, maka akan membuat perekonomian rentan terpengaruh kondisi perekonomian dunia.
"Selama defisit migas tidak dikurangi ekonomi kita sangat rentan terpengaruh, seperti kemarin The Fed menaikkan suku bunganya, ekonomi kita terpengaruh," jelasnya.
Pasangan capres cawapres nomor urut 01 dan 02 saling berjabat tangan usai debat pertama pilpres 2019. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Berdasarkan data Kementerian ESDM, capaian rata-rata lifting migas 2018 sebesar 1.917 mboepd atau 96 persen dari target APBN 2018 sebesar 2.000 million barrel oil equivalent per day (mboepd).
ADVERTISEMENT
Dari periode 2014-2018, lifting masing-masing minyak bumi dan gas bumi kadang naik dan turun. Pada 2014, lifting minyak bumi mencapai 794 mbopd pada 2014. Kemudian meningkat menjadi 779 mboepd pada 2015. Selanjutnya pada 2016 meningkat menjadi 829 mboepd pada 2016. Sayangnya lifting turun menjadi 815 mboepd pada 2017. Lalu kembali susut menjadi 800 mboepd pada 2018.
Sementara itu, lifting gas bumi sebesar 1.216 mboepd pada 2014. Selanjutnya turun menjadi 1.190 mboepd pada 2015. Penurunan kembali terjadi pada 2016 menjadi 1.188 mboepd. Pada 2017, lifing gas bumi menjadi 1.150 mboepd. Lifting gas bumi pun kembali turun menjadi 1.139 mboepd pada 2018.