Destry Damayanti, Srikandi Baru di Dewan Gubernur BI

12 Juli 2019 7:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Destry Damayanti. Foto: facebook/Destry Damayanti
zoom-in-whitePerbesar
Destry Damayanti. Foto: facebook/Destry Damayanti
ADVERTISEMENT
Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui Destry Damayanti sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) periode 2019-2024. Keputusan yang diambil komisi keuangan dan industri perbankan itu secara penuh atau aklamasi.
ADVERTISEMENT
Sebelum menetapkan keputusan tersebut, Komisi XI terlebih dahulu melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) Destry pada 1 Juli 2019. Sepekan setelahnya, komisi ini juga meminta masukan kepada sejumlah lembaga tentang calon tunggal DGS BI, mulai dari Badan Intelijen Negara (BIN), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Keputusan Komisi XI itu nantinya akan dibawa ke Rapat Paripurna. Setelah itu, Destry akan dilantik di Mahkamah Agung (MA)
Destry akan menggantikan DGS BI saat ini Mirza Adityaswara yang masa jabatannya akan berakhir pada 25 Juli 2019. Dengan masuknya Destry, maka bank sentral akan memiliki dua srikandi di jajaran dewan gubernur, bersama Rosmaya Hadi.
ADVERTISEMENT
Sepak Terjang Destry Damayanti
Destry sendiri bukanlah orang baru di sektor keuangan. Saat ini Destry adalah Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ia menduduki jabatan tersebut sejak 24 September 2015.
Destry mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia dan Master of Science dari Cornell University, New York, AS.
Kariernya dimulai di beberapa tempat, antara lain Senior Economic Adviser untuk Duta Besar Inggris untuk Indonesia pada 2000 hingga 2003. Ia juga menjadi peneliti dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada periode 2005 hingga 2006.
Selanjutnya Destry juga pernah menjabat sebagai Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas pada 2005 hingga 2011, dan melanjutkan menjadi Kepala Ekonom Bank Mandiri pada 2011 hingga 2015.
ADVERTISEMENT
Dia sempat menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Ekonomi Kementerian BUMN (2014-2015). Bahkan, beliau juga pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif di Mandiri Institute dan Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK.
Proses Pencalonan Destry
Nama Destry telah santer terdengar sebagai calon DGS BI di kalangan industri perbankan sejak awal tahun ini. Namun, surat Presiden Jokowi yang menetapkan Destry sebagai calon tunggal DGS BI baru diumumkan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo pada 1 Mei 2019.
Sejak saat itu, kehadiran Destry sebagai Anggota DK LPS terus menjadi perhatian. Termasuk saat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin Sri Mulyani melakukan rapat dadakan untuk membahas perekonomian domestik pasca ricuh aksi 22 Mei 2019.
Usai konferensi pers KSSK itu, untuk pertama kalinya Destry buka suara soal pencalonan dirinya sebagai DGS BI. Dia mengaku siap untuk menjalani fit and proper test dengan Komisi XI DPR.
ADVERTISEMENT
Destry menilai, saat ini bank sentral memiliki perkembangan yang pesat, utamanya dalam instrumen kebijakan. Sehingga pihaknya harus terus mendalami kebijakan bank sentral.
"Siap sih. Insyaallah siap. Persiapan khusus ada, saya harus baca-baca lagi dan bertukar pikiran dengan teman-teman juga," kata Destry di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (23/5).
Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti. Foto: lps.go.id
Fit and Proper Test
Destry menjalani fit and proper test pada 1 Juli 2019 sejak pukul 14.00 WIB hingga 18.00 WIB. Total ada 20 pertanyaan dari Anggota maupun Pimpinan Komisi XI, mulai dari visi misi, nilai tukar rupiah, UU Devisa, hingga perkembangan uang digital.
Destry mengusung tema 'Menjadi Bank Sentral yang Adaptif dan Inovatif.' Menurutnya, saat ini bank sentral perlu bersikap inovatif dan adaptif dalam menghadapi kondisi global yang penuh dengan ketidakpastian dan volatilitas yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Destry pun membeberkan sejumlah tantangan global dan domestik bagi perekonomian Indonesia. Untuk di global, ketidakpastian perang dagang AS dan China, harga komoditas yang terus melemah, hingga gejolak politik masih menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia.
Sementara di domestik, tantangan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) juga masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diperbaiki. Menurutnya, CAD saat ini masih dibiayai oleh investasi portofolio yang rawan guncangan global.
Dalam fit and proper test, Destry juga memberikan pandangannya terkait uang digital, mulai dari Bitcoin maupun mata uang Facebook yang akan diluncurkan, Libra. Menurutnya, hingga saat ini masih belum diakui oleh bank sentral di seluruh dunia. Uang tersebut hanya diakui dan digunakan oleh kalangan atau komunitas tertentu, layaknya uang monopoli.
ADVERTISEMENT
Namun Destry memiliki beberapa strategi agar bank sentral dan teknologi keuangan bisa bersinergi. Misalnya, BI mewajibkan fintech untuk terdaftar di sistem perbankan.
"Kita lakukan sistem open banking, bisa saja ada OVO dan LinkAja, atau bank lain keluarkan payment system membentuk suatu GPN interkoneksi dan interoperabilitas, kanalnya bisa macam-macam, transaksi bermacam-macam, tapi sistem satu di GPN itu," katanya.
Destry pun mencontohkan, China yang dulunya longgar mengenai fintech kini mulai ketat mengatur hal tersebut. "Sebab, risiko seperti shadow banking atau money laundering kalau tidak melewati perbankan," Destry menjelaskan.
Harapan DPR untuk Destry
Ketua Komisi XI Melchias Marcus Mekeng mengatakan harapan utama untuk Destry adalah agar bisa mendorong kebijakan BI yang mendatangkan arus investasi dari luar negeri. Sebab menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan APBN, melainkan investasi dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Dan BI punya peran besar dengan produk keuangan seperti repo dan tidak hanya SUN tapi SBN, dan masih banyak. Sehingga orang mau menanamkan uang baik dari FDI (foreign direct investment) atau lainnya," kata Mekeng.
Tidak hanya itu, harapan selanjutnya yang dikatakan Mekeng yaitu Destry bisa semakin mendekatkan BI ke pasar. Harapannya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga bisa lebih stabil.
"Kalau soal suku bunga, ya kita ingin kalau negara lain turunkan suku bunga ya kita harapkan BI juga gitu, jangan terlalu lama," tambahnya.