Dianggap Berhasil oleh Kementan, Program Upsus Jagung Justru Dikritik

24 Juli 2018 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi panen jagung (Foto: ANTARA FOTO/Agvi Firdaus)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi panen jagung (Foto: ANTARA FOTO/Agvi Firdaus)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Pertanian mengklaim program Upaya Khusus (Upsus) Jagung terbukti mampu menaikkan produktivitas jagung di dalam negeri. Di tahun 2016, produksi jagung mencapai 23,6 juta ton dan di 2017 naik menjadi 27,9 juta ton.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, lewat Upsus Jagung Indonesia mampu mengekspor jagung ke Filipina di tahun 2017 lalu. Jumlahnya mencapai 57,6 ribu ton dari total kontrak yang disepakati sebesar 100 ribu ton. Padahal dulunya Indonesia adalah negara yang doyan impor jagung dengan volume impor cukup besar yaitu 3,6 juta ton dengan nilainya mencapai Rp 10 triliun.
Namun, data-data tersebut nyatanya tidak sesuai dengan temuan Center For Indonesian Policy Studies (CIPS). CIPS justru menghitung, angka stok jagung di 2017 defisit sekitar 3,3 juta ton. Rinciannya adalah kebutuhan jagung sekitar 23,3 juta ton sedangkan produksinya hanya sekitar 20 juta ton.
"Produksi jagung di Indonesia akhirnya terdapat defisit jagung," ungkap Peneliti CIPS Imelda Magdalena Freddy saat paparan di Hotel Grand Melia, Jakarta Selatan, Selasa (24/7).
ADVERTISEMENT
Imelda pun mengkritik kebijakan Upsus Jagung dari Kementan. Menurut dia ada sejumlah perbaikan yang harus dilakukan Kementan agar program Upsus Jagung bisa efektif.
"Permasalahan lainnya yang harus diselesaikan adalah masalah penggunaan teknik budi daya dalam menanam jagung. Sekalipun benihnya berkualitas baik, namun jika petaninya belum menerapkan pola penanaman yang baik, maka hasilnya tidak akan maksimal,” imbuhnya.
CIPS merekomendasikan beberapa hal terkait program ini. Pertama adalah Kementan harus mampu memastikan kualitas benih subsidi jagung yang didistribusikan dalam keadaan baik dan masih jauh dari masa kedaluwarsa.
Petani memanen jagung (Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
zoom-in-whitePerbesar
Petani memanen jagung (Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Berdasarkan hasil penelitian CIPS di beberapa daerah, seperti di Sumenep (Jawa Timur) dan Dompu (Nusa Tenggara Barat), para petani seringkali menerima benih subsidi yang kualitasnya rendah, sudah berjamur dan sudah memasuki masa kedaluwarsa.
ADVERTISEMENT
"Akhirnya petani tidak merasakan dampak dari bantuan ini karena benih tidak bisa digunakan," tekannya.
Selanjutnya pemerintah juga perlu merevisi panduan teknis budi daya jagung agar alokasi distribusi tidak didasarkan pada kuota produsen. Kementan menetapkan alokasi distribusi benih adalah 65 persen untuk benih produksi pemerintah (Balitbangtan dan produsen lain yang sudah mendapatkan lisensi Balitbangtan) dan 35 persen untuk benih produksi perusahaan swasta.
"Selain itu, pemerintah juga harus membuat mekanisme permintaan varietas benih agar benih yang dibagikan sesuai dengan kebutuhan petani. Dengan adanya mekanisme ini, diharapkan ada kerja sama dengan pihak swasta sebagai penyedia benih," ucapnya.
Sementara itu, Perencana Utama Direktorat Pangan dan Pertanian, Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nono Rusono menyatakan dengan adanya penelitian tersebut diharapkan bisa memberikan masukan bagi Kementan dalam menjalankan program Upsus Jagung.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu hasil studi CIPS ini menjadi masukan bagi kita, pemerintah tapi kita harus mengantisipasi ke masyarakat dan konsumen," tutup Nono.