news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Didampingi Pengacara AS, Keluarga Korban Lion JT 610 Gugat Boeing

16 November 2018 7:11 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Turbin Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 dibawa ke Posko Evakuasi JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (7/11). (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Turbin Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 dibawa ke Posko Evakuasi JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (7/11). (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Keluarga Rio Nanda Pratama, seorang dokter yang menjadi korban tewas dalam jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 pada 29 Oktober 2018 lalu, resmi mengajukan gugatan terhadap The Boeing Company. Gugatan terhadap produsen pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh tersebut, didampingi pengacara Amerika Serikat dari Firma hukum Colson Hicks Eidson dan BartlettChen LLC.
ADVERTISEMENT
“Kami telah mengajukan gugatan terhadap The Boeing Company di pengadilan Circuit Court of Cook County, Illinois, Amerika Serikat. Gugatan ini kami ajukan atas nama klien kami yaitu orang tua dari Rio Nanda Pratama yang tewas ketika pesawat Boeing 737 MAX 8 jatuh di Teluk Karawang,” kata Curtis Miner dari Colson Hicks Eidson melalui pernyataan tertulis yang diterima kumparan, Jumat (16/11).
Pratama adalah dokter muda, salah seorang penumpang yang berada di dalam pesawat nahas tersebut. Saat itu, dia dalam perjalan pulang ke Pangkal Pinang usai menghadiri sebuah konferensi di Jakarta. Dia juga telah menyiapkan pernikahan yang semula direncanakan pada 11 November 2018.
Pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP berangkat dari Bandara Internasional Soekarno–Hatta, Jakarta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang. Baru mengudara 13 menit, pesawat hilang kontak dan kemudian dinyatakan jatuh. Seluruh 189 penumpang dan awak pesawat tewas dalam kecelakaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada 7 November 2018, Federal Aviation Administration (FAA) menerbitkan Emergency Airworthiness Directive (Petunjuk Layak Terbang Darurat) untuk pesawat Boeing 737 MAX. FAA menilai bahwa pesawat Boeing 737 MAX memiliki kondisi yang “tidak aman” dan kondisi ini juga mungkin ada dan dapat terjadi pada pesawat Boeing 737 MAX lainnya.
Boeing 737 Max 8 (Foto: Dok. Boeing)
zoom-in-whitePerbesar
Boeing 737 Max 8 (Foto: Dok. Boeing)
Para regulator penerbangan AS telah memerintahkan peninjauan kembali terhadap prosedur keselamatan pesawat Boeing dan mencari tahu mengenai informasi apa saja yang telah disampaikan atau pun tidak disampaikan kepada maskapai penerbangan mengenai sistem kendali penerbangan yang baru ini.
Austin Bartlett dari BartlettChen LLC yang juga ikut mengajukan gugatan ini menyatakan, “Kabar ini sangat mengejutkan. Para ahli keamanan dan kepala serikat pilot menyatakan bahwa The Boeing Company telah gagal memperingatkan klien dan pilot pesawat 737 MAX mengenai perubahan sistem kontrol penerbangan yang signifikan ini dan gagal menyampaikan instruksi yang benar dalam manualnya.”
ADVERTISEMENT
Terkait dengan investigasi kecelakaan ini, Curtis Miner menyatakan, sesuai dengan perjanjian internasional, pihak penyelidik dari Indonesia dilarang untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang bersalah, dan hanya diperbolehkan untuk membuat rekomendasi keselamatan untuk industri penerbangan di masa depan.
"Inilah sebabnya mengapa tindakan hukum atas nama keluarga korban harus dilakukan," ujar Curtis Miner, "Investigasi oleh lembaga pemerintah biasanya tidak akan memutuskan siapa yang bersalah dan tidak menyediakan ganti rugi yang adil kepada para keluarga korban. Inilah pentingnya gugatan perdata pribadi dalam tragedi seperti ini."
Ayahanda dari almarhum Dr. Rio Nanda Pratama mengatakan, “Semua keluarga korban ingin mengetahui kebenaran dan penyebab tragedi ini, kesalahan yang sama harus dihindari ke depannya dan pihak yang bertanggung jawab harus dibawa ke pengadilan. Saya menuntut keadilan untuk putra saya dan semua korban jiwa dalam kecelakaan tersebut.”
ADVERTISEMENT