Dirut Inalum soal Pembagian Direksi dengan Freeport: Harus Konsensus

2 Oktober 2018 10:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin
 (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebanyak 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kini dikuasai PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum. Sisanya 49 persen masih dipegang Freeport McMoRan Inc (FCX).
ADVERTISEMENT
Namun meski menjadi pemilik saham mayoritas, Inalum tak mau sewenang-wenang dalam pengambilan keputusan. Semuanya akan dibicarakan terlebih dahulu dengan FCX karena hubungan baik antar pemegang saham harus dijaga demi kelangsungan perusahaan.
"Suara kan jelas kita 51 persen. Cuma kita setuju untuk membangun prinsip dengan Freeport, kita mau jago-jagoan, atau mau bikin perusahaan yang menguntungkan kita ke depan. Saya kan bankir, saya sudah sering lihat mana perusahaan yang berhasil dan mana yang enggak. Kalau yang berhasil itu yang shareholder-nya kompak, yang enggak berhasil itu kalau pemegang sahamnya berantem," kata Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin, dalam wawancara khusus dengan kumparan, Jumat (28/9).
Budi menambahkan, penunjukkan direksi juga akan dilakukan dengan musyawarah. Semua direksi yang memimpin PTFI harus berdasarkan kesepakatan Inalum dan FCX.
ADVERTISEMENT
"Termasuk itu juga konsensus, karena kita sudah lihat bahwa begitu dibagi 3 orang dari Inalum dan 2 orang dari FCX, ini pasti berantem. Jadi kita pilih bareng-bareng, kita setuju mereka setuju. Ada konsensus, ini seperti membangun keluarga, enggak bisa kita pakai ego sendiri. Tujuannya sama-sama bikin keluarga yang baik, anaknya sukses-sukses, tujuannya sama. Egonya mesti sama-sama dikurangi," ujarnya.
Inalum tak ingin berkonflik dengan FCX karena pengembangan tambang bawah tanah di Papua amat penting. Jangan sampai kegiatan pertambangan terganggu akibat konflik antar pemegang saham.
"Kita bankir tahu sekali bahwa shareholder harus kompak, ini critical buat pengembangan bisnis ini. Kenapa? Ini adalah tambang bawah tanah terbesar dan terkompleks di dunia, kalau kita ribut-ribut terus enggak mengurusi kerjaan, enggak jalan ini. Ini tambang yang secara teknis paling kompleks," Budi menuturkan.
Suasana penggalian di Freeport.
 (Foto:   Instagram @freeportindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penggalian di Freeport. (Foto: Instagram @freeportindonesia)
"Jadi begini, kita enggak usah kuat-kuatan, gede-gedean ego. Kita ingin jalan, salah satu agar jalannya bagus adalah harus bareng-bareng. Jadi konsepnya kita, bukan I'm the biggest, you are the lowest. Bedanya kan cuma sedikit, 51 persen dan 49 persen. Apa mau 20 tahun isinya bertengkar terus? Kan capek. Jadi enggak bisa konsepnya ini bagian saya, ini bagian anda," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa Inalum dan FCX tak bisa berjalan sendiri-sendiri dalam pengelolaan Tambang Grasberg. Kedua pihak harus saling menghormati supaya kegiatan pertambangan mulus sampai 2041.
"Jadi kita duduk bareng-bareng saja, kita ini businessman biar ini jalan tambang bawah tanah paling kompleks. Kita jalankan saja ini dengan spirit partnership, harus berdua. Suami boleh lebih berkuasa dari istrinya, tapi mesti ngajak ngomong, kan enggak susah. Jadi pengambilan keputusan lebih mengedepankan konsensus," tutupnya.