DJSN: Masyarakat Baru Jadi Peserta BPJS Kesehatan saat Masuk UGD

3 November 2018 11:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi BPJS Kesehatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi BPJS Kesehatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan agar masyarakat Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hingga 5 Oktober 2018, peserta BPJS Kesehatan baru mencapai 203 juta jiwa.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua DJSN, Sigit Priohutomo, salah satu cara agar masyarakat Indonesia menjadi peserta BPJS Kesehatan yakni dengan menyiapkan sanksi. Dengan begitu diharapkan jumlah peserta BPJS Kesehatan dapat optimal.
“Selama ini belum ada punishment, jadi seolah belum wajib melaksanakan itu,” katanya kepada kumparan, Sabtu (3/11).
Dia pun menceritakan, mayoritas masyarakat baru mendaftar menjadi peserta mandiri BPJS Kesehatan ketika sedang sakit. Semestinya BPJS Kesehatan berhak untuk tidak membiayai, namun selama ini hal itu tak dilakukan.
“Selama ini masuk UGD rumah sakit baru bikin. Itu kalau enggak dilayani pasti jadi ramai,” ucap Sigit.
Dia mengungkapkan jika kebijakan itu dilaksanakan, defisit yang diemban BPJS Kesehatan akan berkurang. Sebab pendapatan dipastikan akan bertambah, sehingga biaya pengobatan masyarakat yang sakit bisa terbantu tertutupi.
Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menunjukkan Kartu Indonesia Sehat , Rabu (5/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menunjukkan Kartu Indonesia Sehat , Rabu (5/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
“Sekarang ini partisipasi publik rendah dan egosentrik, belum berbudaya gotong royong kesehatan jangka panjang,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menambahkan, pemerintah semestinya juga membuat aturan mengenai sanksi kepada peserta mandiri BPJS Kesehatan yang tidak rutin membayar iuran.
“Di Jerman misalnya, kalau masyarakat mau kuliah enggak lunas (asuransi jaminan kesehatan setempat) itu enggak bisa kuliah. Di sini mungkin bisa diterapkan kalau enggak bayar memperpanjang SIM enggak bisa, memperpanjang STNK enggak bisa,” kata Fachmi.
Sebagai catatan, selama 3 tahun terakhir, BPJS Kesehatan diketahui mengalami kinerja keuangan negatif. Di tahun 2017, kerugian mencapai Rp 183,37 miliar. Sementara di 2016, kerugian sebesar Rp 6,59 triliun. Sedangkan kerugian di 2015 tercatat Rp 4,6 triliun.