DJSN Nilai BPJS Kesehatan Kurang Terbuka Soal Defisit Keuangan

7 September 2018 17:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
BPJS Defisit, Warga Dilarang Sakit. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menilai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih belum terbuka untuk membeberkan defisit keuangan. Hal tersebut dianggap DJSN membuat pemerintah menjadi lambat dalam memberikan pertolongan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data perusahaan, kerugian BPJS Kesehatan di tahun 2015 tercatat Rp 4,6 triliun. Di tahun 2016, kerugian perusahaan meningkat menjadi Rp 6,59 triliun. Sementara kerugian di tahun 2017 sebesar Rp 183,37 miliar.
Ketua DJSN Sigit Priohutomo menceritakan untuk memperoleh laporan keuangan BPJS Kesehatan, pihaknya sebagai pengawas eksternal merasa kesulitan. Padahal menurut dia, defisit keuangan tidak semestinya ditutup-tutupi.
“Untuk yang 2017 saja kami dapatnya di awal tahun 2018, itu saja setelah laporan ke Presiden. Semestinya dibuka aaja karena bukan sesuatu yang tabu,” katanya di DPR, Jakarta.
Dia menambahkan, ketidakterbukaan BPJS Kesehatan tidak hanya pada DJSN, melainkan juga pada pengawas internal setempat. Hal itu terbukti ketika DJSN meminta data defisit pengawas internal ketika BPJS Kesehatan tak merespons.
ADVERTISEMENT
“Kami bertanya pada pengawas internal yang notabene mereka-mereka juga, tidak bisa menjawab. Ini kemelut yang ada, seharusnya ini bisa kita perbaiki,” ujar Sigit.
Pengumuman defisit keuangan telah keluar maka pemerintah dapat segera mencari solusi. Sebab, terdapat banyak pihak yang menunggu pembayaran BPJS Kesehatan, mulai dari rumah sakit hingga farmasi.
“Kami ingin pelayanan yang diberikan faskes (fasilitas kesehatan) lancar, ketersediaan obat lancar, dokter-dokter dibayar tepat waktu. Ayo kita perbaiki ini,” bebernya.
Senada, Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf meminta agar BPJS Kesehatan lebih terbuka terhadap kondisi keuangan. Sebab sepengetahuannya, defisit anggaran di lembaga itu telah mengakibatkan keterlambatan pembayaran ke faskes.
“Kami berharap buka saja sebuka-bukanya. Rumah sakit tidak dipercaya lagi sama farmasi, farmasi tidak dipercaya lagi oleh distributor. Komitmen pemerintah perlu diperhatikan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Komisi Pengawasan dan Monev DJSN Zaenal Abidin memandang, pemerintah sudah sepatutnya mulai memikirkan kebijakan jangka panjang untuk mengatasi persoalan defisit BPJS Kesehatan yang mengulang setiap tahun.
BPJS Kesehatan (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
Menurut dia, defisit yang dialami BPJS Kesehatan karena iuran yang dihimpun tidak sebesar pengeluaran. Terlebih banyak peserta BPJS Kesehatan mandiri yang tidak rutin membayar iuran, membayar ketika hanya akan menikmati manfaat.
“BPJS ini juga meng-cover penyakit seperti kanker, harusnya itu bukan masuk BPJS. Asuransi manapun enggak ada kok yang meng-cover pengobatan penyakit sampai habis-habisan, BPJS bisa,” paparnya.
Zaenal berpendapat, solusi termudah untuk mengatasi persoalan itu ialah dengan pemerintah menanggung seluruh kebutuhan dana BPJS Kesehatan. Jika tidak, dia mendorong agar Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dievaluasi.
ADVERTISEMENT
Saat ini, peserta BPJS Kesehatan dibagi dalam 3 kelas, kelas I-II-III. Dia berpendapat, sebaiknya BPJS Kesehatan hanya menglindungi habis-habisan peserta kelas III yang terbukti warga kurang mampu, sedang kelas I dan II diberlakukan pembayaran layaknya asuransi komersial.
“Kalau orang kaya mau bayar kelas III enggak apa-apa. Harusnya yang kaya itu di kelas I dan II berlaku asuransi komersial, kamu bayar sesuai klaim benefit,” ucap Zainal.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan komunikasi baik telah terjalin antara pihaknya dan mitra kerja, termasuk asosiasi profesi (Ikatan Dokter Indonesia) dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). BPJS juga secara berkala menyampaikan dan mendiskusikan laporan keuangan dengan dewan pengawas.
"Karena DJSN luas maka ada representasi Kemensos, Kemenaker, PMK, teman profesi. Kita juga rapat dengan IDI apakah ada tindakan yang berpotensi ada fraud di sana. Kita lihat itu sama-sama kemudian kita melihat juga ada amanah dari rapat tingkat menteri berkali-kali menyampaikan opsi bauran," ungkap Fachmi kepada kumparan.
ADVERTISEMENT