Ekonom: Negara Rugi Rp 203,9 T Akibat Korupsi, Masa KPK Dilemahkan?

18 Oktober 2019 15:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Susana konferensi pers ekonom desak presiden terbitkan Perpu KPK di Hotel Mercure, Jakarta, Jumat (18/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Susana konferensi pers ekonom desak presiden terbitkan Perpu KPK di Hotel Mercure, Jakarta, Jumat (18/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Tim Peneliti dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM), mengungkapkan sepanjang 2001-2015 negara kehilangan Rp 203,9 triliun akibat korupsi.
ADVERTISEMENT
Salah seorang peneliti dan Dosen FEB Universitas Gajah Mada, Rimawan, mengatakan angka tersebut merupakan hasil kajian data yang dilakukan timnya.
"Kerugian negara yang diakibatkan korupsi sepanjang 2001-2015 Rp 203,9 triliun," kata Rimawan dalam konferensi pers di Hotel Mercure, Jakarta, Jumat (18/10).
Rimawan mengatakan, dari jumlah kerugian yang besar itu, denda yang dilakukan kepada koruptor secara akumulasi hanya senilai Rp 21 triliun.
"Kami punya data base korupsi. kemudian uangnya yang di punish Rp 21 triliun. Tapi itu jangan salahkan KPK-nya, salahkan keputusan hakim," katanya.
Dia berharap dengan temuan tersebut pemerintah akan menjaga kekuatan KPK dalam menindak praktik korupsi. Caranya dengan memperkuat kelembagaan antirasuah tersebut, bukan malah melemahkan.
"Akan berdampak pada ekonomi dalam negeri hingga iklim investasi jika KPK tidak diperkuat," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform (CORE) Indonesia, Pieter Abdullah, mengatakan dengan adanya Undang-Undang KPK yang baru, sudah jelas memperlemah KPK.
Dia tak menyangkal dengan ruang gerak KPK yang terbatas, maka akan memperburuk khususnya kepada iklim investasi yang datang ke Indonesia.
"Rivisi (UU KPK) harus dibatalkan Perppu. KPK sudah sangat positif masuknya investasi. Korupsi sebagai oli pelancar investasi itu logika yang sesat. Dan itu tidak didukung fakta-fakta," katanya.
Karangan bunga "KPK telah mati". Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
Pieter mengatakan ada 223 ekonom yang sebelumnya telah memberikan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Sebagian besar berasa dari akademisi dan institusi. Mereka meminta Presiden Jokowi menerbitkan Perppu.
Dia menegaskan tidak ada muatan politis dari desakan untuk mengeluarkan Perppu KPK. Hal itu dilakukan semata berdasarkan kajian jika pelemahan KPK akan berdampak buruk pada perekonomian.
ADVERTISEMENT
"Revisi harus dibatalkan, keluarkan Perppu KPK. Kan kinerja sudah sangat baik, dipercaya dunia," jelasnya.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan salah satu yang membuat investor enggan menanamkan investasi ke Indonesia adalah soal kepastian hukum.
Enny meragukan kepastian hukum dengan pembahasan yang dilakukan di DPR hanya dalam waktu 15 hari saja. Ia pun menjelaskan draf pembahasan yang dibahas di DPR tidak sama dengan Draf yang selama ini diklaim telah dibahas lama oleh publik.
"Salah satu yang membuat investor enggan menanamkan modalnya karena kepastian hukum. Termasuk soal korupsi dan abuse of power. Ini mengapa investor yang hengkang dari Cina beberapa waktu lalu lebih memilih negara lain untuk menaruh dananya," katanya.
ADVERTISEMENT