Ekonom: Penambahan Subsidi Solar Mengganggu APBN

4 Mei 2018 10:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas sedang mengisi BBM untuk kendaraan mobil. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas sedang mengisi BBM untuk kendaraan mobil. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah menyiapkan tambahan dana untuk subsidi harga BBM jenis Solar pada tahun ini. Penambahan dilakukan untuk meringankan beban keuangan PT Pertamina (Persero), yang tak dapat menaikkan harga BBM hingga akhir 2019, padahal harga minyak dunia sudah di atas USD 60 per barel. 
ADVERTISEMENT
Rapat di Kemenko Perekonomian pada Rabu (2/5), memutuskan sumber dana untuk penambahan subsidi itu, akan diambil dari windfall profit atau yakni selisih antara harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) di pasaran, dengan patokan harga di APBN 2018. Pada periode April, harga minyak Indonesia sudah mencapai USD 67 per barel, sementara di APBN 2018 dipatok USD 48 per barel.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, meskipun skema penambahan subsidi Solar bukan diambil dari APBN namun efeknya ke APBN sama saja. Logikanya, ujar Bhima, windfall profit dari penjualan minyak itu harusnya masuk pos pendapatan di kas negara.
“Ini saya kira hanya diputar-putar saja. Intinya ingin menjaga harga Solar tetap stabil, terutama jelang Ramadhan,” kata Bhima saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Jumat (4/5). 
ADVERTISEMENT
Menurut Bhima, usulan ini tidak ada bedanya dengan “mengganggu APBN 2018”. Sebab, dividen yang disetor Pertamina juga pemasukan negara yakni berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 
Terminal BBM Sorong Pertamina MOR VIII di Sorong. (Foto: Wiji Nurhayat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Terminal BBM Sorong Pertamina MOR VIII di Sorong. (Foto: Wiji Nurhayat/kumparan)
“Kalau penerimaan negara turun karena harus subsidi Solar katakanlah Rp 10 triliun, tidak ada bedanya dengan menambah subsidi BBM Rp 10 triliun lewat mekanisme APBN Perubahan. Jadi intinya sama saja,” kata dia. 
Bhima menambahkan, jika usulan itu diterapkan, pemerintah harus menghitung detail berapa potential loss karena tambahan subsidi Solar itu dan bagaimana efeknya ke penerimaan negara. Padahal pertumbuhan realisasi penerimaan pajaknya hanya kisaran 4% dalam 2 tahun terakhir. 
“Kalau model subsidinya tidak direncakan begini, bisa berubah-ubah dan kredibilitas fiskal kita juga terancam turun,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjelaskan, pemerintah menahan kenaikan harga jual BBM karena lemahnya daya beli masyarakat. "Sekarang saya tanya balik, kalau media beritakan dukung kenaikan harga BBM, kira-kira masyarakat protes enggak?" ujarnya.
Jonan juga menambahkan, untuk perubahan alokasi subsidi BBM tak memerlukan pengajuan APBN Perubahan. Karena menurutnya, perubahan subsidi BBM dimungkinkan jika terjadi perubahan harga minyak dunia dan nilai tukar.