Ekspor Minyak Sawit Turun, Kecuali ke 5 Negara Ini

27 Juli 2018 15:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh memanen kelapa sawit di Desa Sukasirna, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh memanen kelapa sawit di Desa Sukasirna, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
ADVERTISEMENT
Di tengah penurunan ekspor minyak kelapa sawit secara nasional, ekspor ke tiga negara yang merupakan pasar utama CPO Indonesia, tercatat naik. Namun kenaikan ekspor ke tiga negara itu, tak mampu mendongkrak penjualan minyak sawit secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengungkapkan, tiga negara tujuan ekspor minyak sawit yang mencatatkan kenaikan yaitu China, Amerika Serikat (AS), dan Bangladesh.
“Secara keseluruhan, ekspor minyak sawit (CPO, PKO dan turunannya termasuk oleochemical dan biodiesel) kita pada semester I 2018 ini turun sekitar 2 persen. Tapi ekspor ke China, AS, dan Bangladesh naik antara 7 persen hingga 31 persen. (Ekspor ke) Pakistan dan Timur Tengah juga naik meski tak besar,” katanya melalui pernyataan tertulis yang diterima kumparan, Jumat (27/7).
Mukti menjelaskan, kenaikan ekspor minyak sawit ke China didorong oleh penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) yang diberlakukan negara itu, dari 11 persen jadi 10 persen. Penurunan PPN ini efektif berlaku sejak Mei lalu.
ADVERTISEMENT
Alhasil, ekspor CPO ke China pada semester I 2018 naik 23 persen, yakni jadi 1,82 juta ton dari tahun lalu sebesar 1,48 juta ton.
Menurutnya, perang dagang antara AS dan China juga memberi berkah bagi industri kelapa sawit Indonesia. Karena untuk pertama kalinya, pada Juni lalu China mengimpor biodiesel dari Indonesia, yakni sebanyak 185,86 ribu ton. “Jika perang dagang terus berlanjut, prospek pasar minyak sawit dan biodiesel ke China akan cerah.”
Seperti juga ke China, ekspor CPO ke AS pada semester I 2018 ini juga naik 13 persen, yakni jadi 611,08 ribu ton dari 542,70 ribu ton. Tapi Gapki mengkhawatirkan tren ekspor ke AS akan turun, karena meningkatnya stok kedelai akibat perang dagang. Akibatnya impor minyak nabati jenis lain akan turun.
ADVERTISEMENT
Mukti menambahkan, angka kenaikan ekspor terbesar CPO Indonesia, disumbang oleh Bangladesh yakni sebesar 31 persen. Sedangkan Pakistan dan Timur Tengah, mencatatkan kenaikan ekspor masing-masing 7 persen dan 4 persen.
Sedangkan dari sisi harga, sepanjang semester pertama 2018 harga bergerak di kisaran USD 605-USD 695 per metrik ton. Harga CPO global terus tertekan sejak awal Desember 2017 yang sampai semester I 2018 tidak pernah menembus USD 700 per metrik ton. Lesunya harga CPO global karena melimpahnya stok komoditi penghasil minyak nabati di pasar global.