Faisal Basri Berharap Aturan Holding Migas Digugat

16 Maret 2018 19:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Faisal Basri (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Faisal Basri (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penambahan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina.
ADVERTISEMENT
Terbitnya PP No. 6/2018 tersebut membuat Pertamina menjadi induk holding migas dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai anggotanya.
Pengamat Ekonomi Faisal Basri berpendapat, pembentukan holding migas melanggar konsitusi lantaran mengalihkan aset negara tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan hanya berdasarkan PP. Dirinya berharap ada masyarakat yang menggugat PP tersebut.
"Karena ini berpotensi melanggar UU, sekalipun PP-nya sudah diteken. Saya berharap ada masyarakat yang menggugat," ucap Faisal dalam diskusi di Epiwalk, Jakarta, Jumat (16/3).
Faisal menilai kajian pembentukan holding migas yang dibuat Kementerian BUMN tak berdasar. Arah dan tujuan pembentukan holding migas tak jelas. Misalnya pernyataan Kementerian BUMN bahwa pembentukan holding migas bisa membuat harga gas bumi jadi lebih efisien.
ADVERTISEMENT
Padahal harga gas bumi di dalam negeri tak efisien karena banyaknya trader alias calo yang bermain. Masalahnya adalah banyaknya pencari rente, tak ada hubungannya dengan penggabungan PGN dan Pertamina.
"Kajiannya berubah-berubah. Dulu alasan awalnya (pembentukan holding migas) supaya bikin harga gas lebih murah. Padahal harga gas sudah murah, hanya saja Pertagas itu banyak jual gas ke trader. Jadi konsepnya (holding migas) tidak jelas," katanya.
Faisal juga melihat pembentukan holding migas dan holding BUMN lainnya hanya berorientasi pada aksi korporasi semata. Salah satu indikatornya adalah target mengejar predikat sebagai perusahaan kelas dunia dalam Fortune 500. Tak ada manfaatnya buat rakyat.
"Jadi apa sih yang ingin didorong dari Pertamina dan PGN jadi perusahaan yang masuk Fortune 500? Tantangan perusahaan BUMN ini harusnya jadi faktor pendukung pembangunan nasional," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, kalaupun gugatan terhadap PP Holding Migas ini nantinya ditolak Mahkamah Agung (MA), masih ada upaya untuk mengajukan Judical Review (JR) yang kabarnya akan dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil terhadap PP Holding Tambang.
"Kita jangan kalah atau menyerah. Di tambang kemarin kita kalah tapi kita bisa JR. Jadi saya rasa tidak ada kata menyerah sekalipun PP sudah diteken," tutupnya.