Faisal Basri: Nilai Rupiah Rusak karena Pemerintah Terlalu Ambisius

10 Juli 2018 19:28 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi menghitung mata uang Rupiah. (Foto: AFP/Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menghitung mata uang Rupiah. (Foto: AFP/Adek Berry)
ADVERTISEMENT
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan terjadi hingga akhir tahun ini. Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkapkan selain karena faktor eksternal, melemahnya nilai rupiah lantaran ambisi pemerintah yang terlalu ambisius membangun infrastruktur di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan pembangunan infrastruktur membuat angka impor terutama bahan baku naik. Sementara Indonesia belum terlalu banyak memproduksi sendiri barang modal.
"Sumber utama rupiah rusak adalah pemerintah yang terlalu ambisius yang melampaui dari kemampuannya sendiri membangun infrastruktur di mana-mana,” katanya saat ditemui di Kantor Pusat PT PLN (Persero), Jakarta, Selasa (10/7).
Dia mencontohkan pembangunan jalur bawah tanah Mass Rapid Transit (MRT) Indonesia masih harus mengimpor mesin bor dari Jepang. Bahkan, tenaga kerjanya pun harus ikut diimpor.
"Bahkan, tenaga kerja yang menjalankannya (bor) masih harus diimpor. Kalau tidak salah dari Thailand," sebutnya.
Faisal Basri ekonom asal Universitas Indonesia (Foto: Dok. Institut Harkat Negeri)
zoom-in-whitePerbesar
Faisal Basri ekonom asal Universitas Indonesia (Foto: Dok. Institut Harkat Negeri)
Selain itu, kata dia pelemahan rupiah dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan yang banyak dipengaruhi dari defisit neraca perdagangan. Di saat yang bersamaan, permintaan global terhadap ekspor Indonesia juga tidak bisa diandalkan karena perang dagang yang memanas antara Amerika Serikat dan China. Indonesia dianggap akan susah mencari pasar baru akibat perang dagang.
ADVERTISEMENT
“Orang lagi perang, Indonesia mau cari pasar baru? Yang ada Indonesia jadi santapan mereka selanjutnya,” ujarnya.
Faisal pun kembali mengingatkan bahwa proyek pembangunan infrastruktur pemerintah sebagian didanai dari aliran modal masuk asing atau capital inflows baik dalam bentuk bonds ataupun investasi. Katanya, semakin ambisius pemerintah membangun infrastruktur, semakin besar juga ongkos yang diperlukan. Akhirnya, utang negara bertambah.
Atas kondisi ini, Bank Indonesia mau tak mau harus mengikuti arus dengan meningkatkan suku bunga acuan. Katanya, BI perlu menaikkan lagi untuk bisa menahan laju ekonomi global yang menghantam Indonesia. Namun, dia memahami risikonya jika suku bunga acuan dinaikkan, kredit perbankan juga akan naik. Itu sudah menjadi konsekuensi.
"Rupiah itu akan cenderung melemah sampai akhir tahun. Pertanyaannya, melemah dalam waktu cepat atau lambat. Nah itu bergantung dari respons BI menaikkan suku bunga. Kalau ingin rupiah stabil, sementara rezim devisa bebas, maka satu-satunya cara adalah dengan menaikkan suku bunga acuan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT