Fakta-fakta Defisit Neraca Perdagangan Indonesia di September 2019

16 Oktober 2019 8:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fasilitas penampungan barang curah berupa semen milik PT Semen Indonesia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Fasilitas penampungan barang curah berupa semen milik PT Semen Indonesia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia selama September 2019 defisit USD 160 juta. Selama Januari-September 2019, neraca dagang Indonesia defisit USD 1,94 miliar.
ADVERTISEMENT
Berikut kumparan rangkum penyebab defisit perdagangan di September 2019.
Minyak Mentah dan Perhiasan Bikin Ekspor Anjlok
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan defisit neraca perdagangan karena nilai ekspor turun tajam dibandingkan Agustus 2018 sebesar 1,29 persen. Lalu dibandingkan September 2018, nilai ekspor Indonesia turun 5,74 persen.
"Dengan nilai ekspor USD 14,10 miliar September 2019, turun tajam 5,74 persen dibandingkan September 2018," kata Suhariyanto di Gedung BPS.
Sementara untuk ekspor non migas September 2019 mencapai USD 13,27 miliar atau turun 1,03 persen dibanding Agustus 2019. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, ekspor non migas juga turun 2,70 persen.
Suhariyanto menjelaskan, bila dibandingkan bulan lalu, maka laju ekspor komoditas migas tercatat turun 5,17 persen. Pada September 2019 ekspor migas tercatat USD 83 juta, turun dari bulan sebelumnya USD 88 juta.
ADVERTISEMENT
Penurunan tersebut juga didorong ekspor minyak mentah yang berkurang 33,65 persen menjadi USD 94,7 juta. Ekspor gas juga turun 11,04 persen menjadi USD 505,8 juta. Sedangkan ekspor hasil minyak meningkat 39,90 persen menjadi USD 229,6 juta.
Kemudian, komoditas non migas juga terjadi penurunan 1,03 persen menjadi USD 13,27 miliar pada September 2019 dari USD 13,41 miliar di Agustus 2019.
Secara rinci, komoditas non migas yang nilai ekspor terendah terjadi pada perhiasan atau permata sebesar USD 272,4 juta, kendaraan dan bagiannya USD 85,1 juta, pakaian jadi bukan rajutan USD 78,2 juta, karet dan barang dari karet USD 58,2 juta, serta mesin atau peralatan listrik USD 51 juta.
Sedangkan kenaikan nilai ekspor tertinggi yakni bijih, kerak, dan abu logam sebesar USD 267 juta, lemak dan minyak hewan atau nabati USD 160,5 juta, besi dan baja USD 119,5 juta, berbagai makanan olahan USD 76,2 juta, serta kapal laut USD 70 juta.
ADVERTISEMENT
Adapun sepanjang Januari-September 2019 kinerja ekspor Indonesia tercatat mencapai USD 124,17 miliar. Realisasi ini lebih rendah 8 persen dari periode Januari-September 2018 yang sebesar USD 134,96 miliar.
"Tentunya realisasi ini terdampak juga dari perlambatan ekonomi berbagai negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Amerika Serikat, sehingga permintaan juga turun. Di samping juga fluktuasi harga komoditas di dunia," kata dia.
Gandum hingga Laptop Bikin Impor Naik Tipis
Defisitnya neraca perdagangan juga terjadi karena impor September 2019 mencapai USD 14,26 miliar atau naik 0,63 persen dibandingkan Agustus 2019. Tapi jika dibandingkan September 2018 turun 2,41 persen.
Sementera impor non mogas September 2019 mencapai USD 12,67 miliar atau naik 1,02 persen dibandingkan Agustus 2019. Pun dengan September 2018, naik 2,82 persen.
ADVERTISEMENT
Suhariyanto menuturkan, kenaikan tersebut terutama didorong meningkatnya impor non migas September 2019 menjadi USD 12,67 miliar. Angka itu naik dibandingkan impor non migas pada Agustus 2019 yang sebesar USD 12,54 miliar.
"Kenaikan impor non migas terbanyak dari komoditas serealia seperti gandum USD 25,5 juta," kata dia di Gedung BPS Jakarta, Selasa (14/10).
Selain itu, impor lainnya berasal dari kapal laut dan bangunan terapung USD 102,8 juta, kendaraan dan bagiannya USD 97,2 juta, bahan kimia organik USD 27,9 juta, serta kapas USD 22,1 juta.
Kemudian, dari sektor barang modal terjadi kenaikan dibandingkan bulan lalu dan penurunan jika dibandingkan tahun lalu. Adapun komoditas impor di kelompok ini adalah barang elektronik.
"Barang modal yang import laptop, notebook, komputer dan beberapa mesin dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan," jelasnya.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Komoditas yang Impornya Turun
ADVERTISEMENT
Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan nilai impor terbesar yakni gula dan kembang gula sebesar USD 66 juta, kapal terbang dan bagiannya USD 53,9 juta, tembaga USD 47,4 juta, benda-benda dari besi dan baja USD 31,9 juta, serta binatang hidup USD 27,7 juta.
Adapun impor migas justru turun. Secara bulanan, sektor migas mengalami penurunan 2,36 persen menjadi sebesar USD 1,59 miliar dari USD 1,63 miliar di Agustus 2019.
"Penurunan dipicu oleh turunnya nilai impor minyak mentah sebesar USD 95,9 juta atau 20,95 persen, namun nilai impor hasil minyak dan gas meningkat masing-masing sebesar USD 45,2 juta (4,50 persen) dan USD 12,2 juta (7,23 persen)," jelasnya.