Foto: Garam Unik dari Grobogan

23 Juli 2019 9:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani menujukkan garam hasil panennnya di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
zoom-in-whitePerbesar
Petani menujukkan garam hasil panennnya di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
ADVERTISEMENT
Bertani garam di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah tergolong unik. Biasanya dilakukan di dekat kawasan pesisir laut, namun warga di desa itu mampu memproduksi garam dari ladang yang letaknya jauh dari laut.
ADVERTISEMENT
Produksi garam di Desa Jono bahan bakunya berasal dari air yang didapat dari sumur, bukan dari laut. Sumur tersebut memiliki sumber air asin, meski kemarau sumur ini tidak pernah kering serta mempunyai rasa yang lebih gurih dibandingkan dengan garam laut.
Petani menimbar air dari sumur di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Proses pembuatan garam dimulai dengan menimba air dari sumur sedalam 25 meter, kemudian disalurkan melalui pipa-pipa yang terhubung dengan penampungan. Dari penampungan tersebut para petani memindahkan air ke bilahan bambu atau warga menyebutnya "klakah".
Petani menuangkan air kedalam penampungan di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani menuangkan air keladam penampungan di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani menuangkan air ke bilahan bambu di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Bilahan bambu yang sudah berisi air itu dijemur di bawah terik matahari hingga mengkristal berbentuk garam yang siap dipanen. Proses pembentukan garam tersebut membutuhkan waktu 10 hari saat cuaca panas dan 15 hari saat cuaca mendung.
ADVERTISEMENT
Menurut warga, area tambak garam Jono yang memiliki luas sekitar tiga hektare dan sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada tahun 1970-an, jumlah petani garam Jono mencapai ratusan dan saat ini hanya tersisa puluhan. Namun warga terpaksa meninggalkan profesi tersebut karena hasil yang didapatkan dari petani garam tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak di antara mereka yang lebih memilih mencari pekerjaan lain, akibatnya tidak ada regenerasi.
Saat ini hanya tersisa enam sumur dengan kondisi mengalami pendangkalan dan penyempitan. Kekhawatiran lain dari petani garam adalah ambrolnya sumur-sumur. Mereka berharap pemerintah memperhatikan keberadaan tambak garam yang unik dan langka itu agar produksi garam Jono tetap berjalan dan regenerasi tidak putus.
Selain menjadi tempat produksi garam, Desa Jono juga banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah.
Petani menuangkan air ke bilahan bambu di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani menuangkan air ke bilahan bambu di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani menuangkan air ke bilahan bambu di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani memanen garam di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani menujukkan garam hasil panennnya di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani memanen garam di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
Petani melihat tambak garam di Desa Jono, Kcematan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Foto: ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho
ADVERTISEMENT