GAPKI Dukung Presiden Jokowi Moratorium Sawit

25 September 2018 8:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lahan kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / XAVIER BOURGOIS)
zoom-in-whitePerbesar
Lahan kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / XAVIER BOURGOIS)
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memoratorium izin pembukaan lahan kelapa sawit dalam tiga tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Komunikasi GAPKI, Tofan Mahdi, mengatakan moratorium bukan penghambat industri sawit untuk berkembang, tapi justru sebagai pengendali agar industri sawit makin tertata.
"Jadi ini bukan kebijakan yang kontradiktif, justru kami mendukung kebijakan pemerintah daripada Inpres itu adalah meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia di mata dunia," kata ketika dihubungi kumparan (24/9).
Presiden Jokowi resmi meneken Instruksi Presiden (Inpres) pada 19 September 2018 tentang penundaan selama 3 tahun dan evaluasi perizinan perkebunan kepala sawit serta sebagai upaya meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
Tofan memastikan para pengusaha kelapa sawit akan mengikuti moratorium yang ada. Seperti misalnya tidak akan membuka lahan baru, namun melakukan langkah intensitifikasi.
"Kalau misalnya ada yang melanggar dan lain sebagainya, kita harus melihatnya case by case jangan kemudian pada perusahaan dipukul rata industri itu seperti itu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tofan juga menampik jika moratorium yang dilakukan pemerintah tersebut bersifat kontradiktif terhadap upaya mengoptimalkan devisa negara melalui ekspor industri sawit.
Kelapa Sawit yang sedang diangkut dengan truk. (Foto: Samsul Said/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Kelapa Sawit yang sedang diangkut dengan truk. (Foto: Samsul Said/Reuters)
Dia tidak memungkiri jika industri sawit selama ini menjadi penyumbang devisa yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. "Kita dengan produksi 42 juta ton, sekitar 31 juta itu kan kita ekspor. Nah ekspor sawit itulah yang kemudian menjadi penyumbang yang terbesar tadi," terangnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) juga disebutkan pada tahun 2017 penyumbang devisa terbesar masih berasal dari ekspor minyak sawit dan produk turunannya. Jika pada 2016 sebesar USD 18,22 miliar, pada tahun 2017 bernilai di angka USD 22,97 miliar atau naik sekitar 26 persen.
Tofan meminta industri sawit tak lagi mendapat stigma seolah hanya bisa merusak. Dia berharap semua pihak kompak industri sawit dapat dimanfaatkan secara bijak, termasuk mendorong perusahaan sawit memiliki Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO.
ADVERTISEMENT
"Mandatory dari pemerintah perkebunan sawit mendapat sertifikasi, ini kan sebenarnya wujud pemerintah memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit. Jadi sawit ini adalah penyelamat melemahnya rupiah ini kalau tidak ada sawit kan ribet," pungkasnya.