Gelar Unjuk Rasa, Buruh di Aceh Minta Tenaga Kerja Asing Diawasi Ketat

6 Februari 2019 11:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para anggota Aliansi Buruh Aceh (ABA) berunjuk rasa melakukan long marc menuju ke Bundaran Simpang Lima, dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Rabu (6/2). Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Para anggota Aliansi Buruh Aceh (ABA) berunjuk rasa melakukan long marc menuju ke Bundaran Simpang Lima, dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Rabu (6/2). Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Puluhan pekerja lintas profesi yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh (ABA), menggelar unjuk rasa menolak tenaga kerja asing unskill di Aceh. Tenaga kerja asing unskill adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan khusus sehingga bikin resah pekerja lokal yang menjadi pengangguran. Dari pantauan kumparan, unjuk rasa diikuti oleh pekerja dari lintas organisasi ini dimulai dari depan Masjid Raya Baiturrahman. Selanjutnya peserta melakukan long march menuju ke Bundaran Simpang Lima, dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Peserta aksi tampak mengenakan baju seragam masing-masing organisasi. Mereka membentang spanduk berisi sikap protes, di dalam aksinya turut mengumandangkan lagu Indonesia Raya. Sekretaris ABA, Habibi Inseun, mengatakan yang menjadi persoalan amat kursial bagi pekerja lokal di Aceh saat ini adalah banyaknya tenaga kerja asing. Mereka sudah sangat meresahkan, mengingat Aceh masih menyumbangkan angka pengangguran tinggi di atas rata-rata nasional yaitu 6,55 persen. Belum lagi angka kemiskinan di Aceh yang menempati peringkat ke 6 enam nasional dan tingkat pertama di Pulau Sumatera.
Masa dari Aliansi Buruh Aceh (ABA) berunjuk rasa di Bundaran Simpang Lima, Aceh, Rabu (6/2). Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
“Untuk itu kita menyampaikan kepada pemerintah agar benar-benar menindak dan mengawasi serius jumlah tenaga kerja asing di Aceh dengan memperhatikan angka pengangguran ini sehingga lebih banyak terserap tenaga kerja lokal,” ungkap Habibi saat orasi, Rabu (6/2). Habibi melihat tenaga kerja asing yang dikirim ke Aceh adalah tenaga unskill. Mereka tidak memiliki kemampuan khusus dibanding pekerja lokal yang punya keterampila di bidangnya masing-msing. Oleh sebab itu, pemerintah diminta tegas jangan sampai keterampilan pekerja lokal ditempati oleh tenaga kerja asing. “Apalagi mereka yang masuk ke Aceh tanpa prosedur. Kita sudah melihat seperti kasus di PT Lafarge, 51 orang dikembalikan karena tidak sesuai prosedur. Dalam hal ini pemerintah Aceh gagal, bagaimana mengantisipasi tenaga kerja asing yang masuk ke daerahnya,” ujarnya. Di sisi lain, Habibi mengungkapkan, dalam qanun atau Perda yang sudah tertuang dalam Bab 6 pasal 21, dijelaskan tenaga kerja asing tidak boleh bekerja jika pekerja lokal di Aceh mesih mampu mengerjakannya. “Dalam qanun itu sudah jelas bahwa tenaga kerja asing itu tidak boleh bekerja kalau memang masih mampu dikerjakan oleh orang-orang Aceh sendiri,” katanya. Dari hasil pendataan ABA tenaga kerja asing di Aceh berjumlah sekitar 200 orang. Mereka tersebar di sejumlah perusahaan di Aceh seperti di Aceh Selatan, Nagan Raya, Aceh Tengah, Aceh Barat.
ADVERTISEMENT
Dihubungi terpisah, Kabid Humas dan Protokol Pemerintah Aceh, Rahmad Raden, membantah Pemerintah Aceh kebablasan dalam pengawasan terhadap tenaga kerja asing. Dia mencontohkan seperti 51 tenaga kerja asal China yang telah dikeluarkan. Kebijakan itu adalah hasil pengawasan dilakukan pemerintah. “Saya kira enggak lah. Kalau itu artinya dibiarkan, sedangkan 51 tenaga China itu yang dapatkan kita dari hasil sidak dan langsung diambil tindakan. Kalau dibilang los itu di mana, enngak ada,” kata Rahmad saat dikonfirmasi. Sejauh ini pengawasan yang telah dilakukan pemerintah Aceh melalui Dinas Ketenagakerjaan, ada kegiatan sidak yang dilakukan secara berskala. “Kalau ada tuduhan kita (pemerintah) lalai ya tidak. Itulah fungsi tim Disnaker melakukan sidak,” sebutnya.
ADVERTISEMENT