Gempa Lombok Tak Berpengaruh ke Okupansi Hotel di Kota Mataram

21 Agustus 2018 17:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejak 29 Juli 2018 hingga akhir pekan lalu, Lombok, Nusa Tenggara Barat, terus diguncang gempa dengan kekuatan yang besar. Gempa di Lombok tersebut berdampak terhadap sektor pariwisata yang diandalkan sebagai pemasukan daerah.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, gempa di Lombok hanya berdampak terhadap tingkat keterisian atau okupansi hotel di Lombok Timur dan Lombok Utara. Sementara di Mataram, tingkat ketirisan hotel masih normal.
“Kalau yang di Lombok Timur, Lombok Utara, ya rendah sekali. Masih dihitung sama yang di sana,” kata Hariyadi saat ditemui di Veranda Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (21/8).
Haryadi membeberkan, okupansi hotel di Kota Mataram sejauh ini tergolong stabil. Menurut Hariyadi, hal tersebut dikarenakan Kota Mataram merupakan kota bisnis yang juga ibukota Provinsi NTB.
“Beda sama yang di Mataram, Mataram kan kota bisnis, pusat pemerintahan. Itu masih oke. Tapi ini (gempa) tidak berpengaruh ke (okupansi hotel) pulau sekitarnya," ujarnya.
Suasana Bandara Lombok setelah gempa terjadi (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Bandara Lombok setelah gempa terjadi (Foto: Dok. Istimewa)
Dia menjelaskan, alasan hanya okupansi hotel di Lombok Timur dan Lombok Utara yang terdampak yakni dikarenakan di kedua daerah itu hanya mengandalkan sektor pariwisata. Selama gempa terjadi wisatawan enggan berkunjung.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatannya, wisata yang ada di Lombok Utara ialah Gili Trawangan, Gili Air, Gili Meno, hingga Pantai Senggigi. Sementara wisata yang ada di Lombok Timur yaitu Gunung Rinjani, Gili Kondo, hingga Desa Wisata Sembalun.
“Ini yang mengandalkan turis ini yang berat, karena orang benar-benar masih khawatir, belum berani jalan. Kami enggak tahu sampai kapan,” kata Hariyadi.