Gempuran Pekerja China dan Lemahnya Pengawasan TKA

4 Mei 2018 13:28 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menguak Kisruh TKA di Indonesia. (Foto: Pixabay & Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menguak Kisruh TKA di Indonesia. (Foto: Pixabay & Sabryna Putri Muviola/kumparan)
ADVERTISEMENT
Laporan kasus pemecatan pekerja lokal di salah satu perusahaan baja di Cilegon, Banten, pada tahun lalu, sampai ke meja Ombudsman RI. Beberapa orang dilaporkan terkena PHK, karena perusahaan mengganti mesin produksi yang dinilai tak sanggup dikelola pekerja lokal.
ADVERTISEMENT
“Dianggap orang lokal tidak bisa mengoperasikan, akhirnya yang orang lokal diganti orang China. Itu fakta yang terjadi,” ujar anggota Ombudsman, La Ode Ida, saat ditemui kumparan (kumparan.com), Kamis (3/5).
Menurut La Ode, secara aturan memang tidak ada masalah selama PHK dilakukan atas dasar alasan yang kuat dan kewajiban perusahaan terhadap pekerja dipenuhi. Namun dalam kasus pemecatan yang dilaporkan itu, dia menilai ada persoalan serius soal keadilan, yang bisa berdampak pada gesekan sosial.
Dari sana, Ombudsman kemudian melakukan investigasi mengenai pekerja asing yang ada di Indonesia. Menurut La Ode, banyak kejanggalan yang ditemukan oleh tim dalam investigasi yang dilakukan selama tahun 2017.
“Kami banyak menemukan pekerja ilegal, tak memiliki izin atau habis masa berlaku izinnya, termasuk di Gresik dan Morowali,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ada tiga daerah yang menjadi sampel Ombudsman dalam melakukan investigasi soal pekerja asing. Yakni Kabupaten Gresik di Jawa Timur, DKI Jakarta, Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah dan Kabupaten Konawe di Sulawesi Tenggara.
Imigrasi melakukan razia TKA (Foto: Dok. Imigrasi)
zoom-in-whitePerbesar
Imigrasi melakukan razia TKA (Foto: Dok. Imigrasi)
Misalnya hasil investigasi Ombudsman ke PT Wuhuan Enginering Co. Ltd, di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Di perusahaan kontraktor itu ditemukan masih banyak TKA yang aktif bekerja, namun masa berlaku IMTA (Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing)-nya sudah habis.
Dalam laporannya, Ombudsman mengaku sudah mengklarifikasi kasus ini ke Dinas Penanaman Modal Satu Pintu Kabupaten Gresik. Dinas mengonfirmasi, tidak ada pengajuan perpanjangan IMTA dari perusahaan tersebut.
Sementara di Morowali, Ombudsman menemukan semakin banyaknya pekerja asing yang mencari nafkah di sana. Sebagian besar pekerja ditempatkan di sektor pertambangan dan sektor pertanian.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data pemeriksaan norma penggunaan tenaga kerja asing di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tengah periode 2014-2017, jumlah pekerja asing di Kabupaten Morowali mencapai 1.425 orang yang bekerja di PT Sulawesi Mining Investment.
“Proses IMTA untuk TKA sebanyak 64 orang yang masih dalam pengurusan namun sudah berada di lokasi kerja dan 2 orang menggunakan bebas visa,” demikian dalam laporan tersebut.
La Ode meminta pemerintah melakukan pengawasan dengan ketat terhadap pekerja asing, karena berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Pemerintah, kata dia, harus bertindak tegas terhadap TKA yang tidak sesuai peraturan.
“Akhir tahun lalu masih ada pelanggaran di PT Dragon (Virtue Dragon Nikel Industri) Konawe, di Bondo. Ada 795 TKA yang belum memiliki IMTA. Tapi perusahaan tidak diberikan sanksi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Para pencari kerja di China (Foto: AFP/ MARK RALSTON )
zoom-in-whitePerbesar
Para pencari kerja di China (Foto: AFP/ MARK RALSTON )
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Hery Sudarmanto, tak membantah banyaknya pekerja asing ilegal dan tidak sesuai kriteria persyaratan. Menurut dia, hal tersebut disebabkan tidak tegasnya penegakan izin dan syarat pekerja asing.
“Itukan dulu, Perpres 20/2018 (tentang TKA) belum terbit. Perpres 20 itu malah harus ada kompetensi. Kalau sebelumnya TKA pakai visa bisnis ke Indonesia bisa, Perpres 20 enggak bisa. Harapan kami tidak ada lagi yang ilegal,” katanya.
Hery membenarkan salah satu dugaan pelanggaran terjadi di PT Virtue Dragon Nikel Industri Kawasan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Dia mengungkapkan perusahaan tersebut sudah masuk radar pengawasan.
“Tim akan segera terjun ke sana,” katanya.
Hery mengakui jika selama ini pengawasan yang dilakukan memang masih kurang, terutama personel. Dari kebutuhan 4.000 orang pengawas, saat ini yang dimiliki hanya 1.800 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dia berharap pengawasan akan terintegrasi dengan instansi lain.
ADVERTISEMENT
“Rekomendasi DPR itu segera membuat Satuan Tugas Pengawasan TKA dari Kemnaker, Imigrasi, Kepolisian, menteri terkait, dan ESDM. Kami harap dalam waktu dekat sudah terbentuk Satgas TKA,” katanya.
Dia mengklaim Perpres 20/2018 yang diperdebatkan banyak pihak tidak memberikan kemudahan bagi TKA. Menurut dia, beleid itu malah mempertegas siapa TKA yang bisa bekerja di Indonesia dan bagaimana syarat-syaratnya.
“Perpres 20/2018 malah sistemnya lebih jelas, karena TKA itu benar-benar akan terseleksi. Yang dipermudah itu bukan syaratnya, tapi sistemnya menjadi terintegrasi melalui Single Online Submition,” ujarnya.