Global Bond, Jalan Pintas Pertamina Membayar Mahalnya Blok Rokan

13 September 2018 15:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pompa angguk di sumur minyak. (Foto: instagram @daririsang)
zoom-in-whitePerbesar
Pompa angguk di sumur minyak. (Foto: instagram @daririsang)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Blok Rokan, ladang minyak terbesar Indonesia, mulai 2021 akan dikelola PT Pertamina (Persero) setelah sebelumnya selama lebih dari setengah abad dioperasikan Chevron Pacific Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tapi Pertamina tak mendapatkan Blok Rokan dengan gratis. Tidak benar kalau disebut bahwa Blok Rokan 'diserahkan' pemerintah kepada Pertamina.
Nyatanya, Pertamina harus membayar signature bonus ke pemerintah (bonus tanda tangan) sebesar USD 784 juta atau sekitar Rp 11,6 triliun (kurs Rp 14.800) sebagai kompensasi. Pertamina mengajukan penawaran signature bonus yang besar agar bisa mengalahkan Chevron saat memperebutkan Blok Rokan.
"Jadi tidak benar kalau pemerintah menyerahkan Blok Rokan ke Perttamina. Yang benar adalah Pertamina membeli hak itu dari pemerintah. Beda dengan Blok Mahakam yang memang diserahkan ke Pertamina," kata Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu saat berbincang dengan kumparan, Kamis (13/9).
Mekanisme yang mengharuskan Pertamina bersaing dengan kontraktor-kontraktor eksisting untuk mendapatkan blok migas terminasi (habis kontrak) ini dapat memberikan masalah baru pada Pertamina.
ADVERTISEMENT
Signature bonus yang besar tentu membebani keuangan Pertamina. Padahal, keuangan Pertamina tidak sedang dalam kondisi prima karena harus menanggung kerugian dari penjualan BBM jenis Premium dan Solar, BBM Satu Harga, dan berbagai penugasan lain dari pemerintah.
"Laba Pertamina semester I tahun ini hanya Rp 5 triliun, turun 73 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal perputaran uang di Pertamina per hari mencapai Rp 2,5 triliun. Ini berbahaya," ungkapnya.
Sebagai jalan pintas untuk mengatasi mahalnya kompensasi yang harus dibayar untuk Blok Rokan, Pertamina akan menerbitkan surat utang global atau global bond. Surat utang itu merupakan pinjaman dari bank luar negeri dengan tenor jangka menengah.
"Ini langkah bisnis biasa, sah-sah saja. Tapi keuangan Pertamina harus sangat prudent kalau seperti ini," ujar Said Didu.
ADVERTISEMENT
Sementara selain Blok Rokan, masih ada banyak blok terminasi lain yang untuk mendapatkannya harus bersaing dengan kontraktor eksisting. Said khawatir, ini akan membuat Pertamina terpaksa menawarkan signature bonus tinggi ke pemerintah. Dampaknya, Pertamina bisa kehabisan modal untuk investasi di hulu migas.
Muhammad Said Didu. (Foto: Twitter/@saididu)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Said Didu. (Foto: Twitter/@saididu)
Ujung-ujungnya, Pertamina mau tak mau mencari mitra untuk mengelola blok yang dimenangkannya. Penjualan sebagian Participating Interest (PI/hak kelola) blok migas ini rawan permainan.
"Jangan sampai menang tender bayar mahal lalu kehabisan nafas, kehabisan modal sehingga terpaksa mengajak pihak lain untuk mengelola blok migas. Share down PI ini rawan intervensi," ucapnya.
Karena itu, Said Didu menyarankan agar pemerintah memberi prioritas kepada Pertamina untuk pengelolaan blok-blok terminasi, seperti yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Idealnya, Pertamina tak perlu membayar kompensasi mahal untuk memenangkan blok terminasi.
ADVERTISEMENT
Toh, blok-blok terminasi yang tidak diminati investor diserahkan ke Pertamina secara gratis. Menurutnya, jangan cuma blok terminasi 'kering' saja yang ditugaskan ke Pertamina, tapi juga yang masih 'basah'.
"Ada blok terminasi yang kering dan yang basah. Yang kering ditugaskan ke Pertamina. Saran saya, serahkan semua ke Pertamina," tutupnya.