Gudang Bulog Penuh dengan Beras, Apakah Masih Perlu Impor?

5 September 2018 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gudang Bulog Divre DKI Jakarta dan Banten, Jakarta Utara. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gudang Bulog Divre DKI Jakarta dan Banten, Jakarta Utara. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
ADVERTISEMENT
Gudang penyimpanan beras milik Perum Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara, dalam kondisi penuh. Gudang Bulog di Kelapa Gading yang berjumlah 68 unit memiliki daya tampung beras maksimal 300 ribu ton. Setiap satu gudang Bulog mampu menampung 3.500-4.000 ton beras.
ADVERTISEMENT
Namun kondisinya kini sudah penuh bahkan overload atau melebihi kapasitas. Bulog mau tidak mau harus menyewa gudang swasta dan meminjam gudang milik Polri.
Kondisi ini yang dikeluhkan oleh Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas). Dengan kondisi gudang penuh dan serapan beras petani masih berlanjut, Buwas menolak impor beras. Bulog masih punya sisa jatah impor beras sebanyak 1 juta ton yang harus didatangkan paling lambat bulan ini.
"Beras kita ini banyak, hari ini 2,6 juta ton. Bahkan di gudangnya di DKI penuh maksimal, bahkan teman-teman kita sudah banyak menyewa gudang untuk menyimpan beras dari serapan termasuk eks yang impor lama. Bahkan kita meminjam menggunakan gudang Polri," ungkap Buwas, Selasa (4/9).
ADVERTISEMENT
Lantas dengan kondisi gudang Bulog yang penuh dengan beras, apakah impor beras memang tidak diperlukan?
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) sekaligus mantan Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso, buka suara. Menurut dia, ada 3 acuan utama pemerintah dan Bulog mengimpor beras yaitu produksi beras nasional, harga dan stok.
Petugas mengecek susunan beras medium di gedung beras Bulog, Jakarta, Selasa (4/9/2018) (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengecek susunan beras medium di gedung beras Bulog, Jakarta, Selasa (4/9/2018) (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
"Stok ini selalu harus dihitung untuk kebutuhan 1 tahun plus 2-3 bulan ke depan," kata Sutarto kepada kumparan, Rabu (5/9).
Dia menilai, Bulog bersama pemerintah harus cermat menghitung stok dan produksi beras. Misalnya untuk tahun ini, stok beras dihitung sampai dengan Maret 2019. Pasalnya, musim panen padi di Indonesia terbagi menjadi 2 periode yaitu Maret-April dan Juli-Agustus.
"Jadi berapa kelebihan surplus Maret sampai Agustus. Kelebihan itu harus menutup (kebutuhan) September-Februari tahun depan (panen relatif sedikit). Ini harus dihitung," paparnya.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi stok beras Bulog sekarang sekitar 2,6 juta ton, Sutarto menyatakan belum tentu aman. Ada beberapa skenario mengapa angka tersebut terbilang belum aman atau rawan.
Hitungannya, Bulog rutin menurunkan 150 ribu ton beras per bulan untuk jatah rastra. Jika penyaluran dilakukan sampai Maret 2019 (hitungan bersih), Bulog harus menggelontorkan setidaknya 900 ribu ton. Selain rastra, Bulog juga mengalokasikan setidaknya 200 ribu ton beras untuk keperlukan mendesak misalnya bencana alam. Jadi total beras yang dikeluarkan Bulog sekitar 1,1 juta ton.
Tunggu dulu, angka ini belum termasuk beras yang Bulog harus gelontorkan ke pasar sekitar 100 ribu ton per bulan. Proses keluar masuk beras dari gudang Bulog ke pasar sifatnya sesuai kebutuhan. Sehingga jika ditotal sampai 6 bulan ke depan, maka beras yang harus dikirim Bulog ke pasar mencapai 600 ribu ton. Jadi total seluruh beras Bulog yang dikeluarkan mencapai 1,7 juta ton. Setelah dikurangi dengan posisi beras saat ini sebesar 2,6 juta ton, maka Bulog hanya memiliki sisa stok beras sebanyak 900 ribu ton.
ADVERTISEMENT
"Stok beras masih relatif rawan," sebutnya.
Sutarto menegaskan, idealnya Bulog harus memiliki stok sisa beras hingga akhir tahun sebesar 1 juta hingga 1,5 juta ton. Kondisi saat ini, panen tidak terlalu banyak dan Harga Gabah Kering Giling (GKG) sudah naik tinggi di angka Rp 5.300 per kg. Sehingga berat bagi Bulog untuk membeli beras petani.
"Jadi kembali lagi semua harus ada syaratnya (sebelum impor), bagaimana produksi, stok dan harga. Kalau sudah semua ya impor sudah cukup. Stok ini yang harus dihitung betul," jelasnya.