Hadapi Krisis Global, Banyak Negara Dirikan Lembaga Penjamin Simpanan

28 Februari 2018 13:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua LPS Halim Alamsyah (kiri) (Foto: Antara/Audy Alwi)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua LPS Halim Alamsyah (kiri) (Foto: Antara/Audy Alwi)
ADVERTISEMENT
Krisis keuangan menjadi ancaman semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia mengalami dua kali krisis, yaitu krisis keuangan Asia pada 1997 dan krisis keuangan Global pada 2008 yang membuat kondisi ekonomi dalam negeri tertekan.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah, mengatakan karena krisis keuangan banyak negara yang mengubah struktur ekonomi mereka, mulai dari kerangka peraturan keuangan, protokol manajemen krisis, dan infrastruktur ekonomi yang lebih tangguh.
Salah satu perubahan yang paling menonjol adalah kenaikan jumlah negara yang menerapkan sistem penjaminan simpanan secara eskplisit. Menurut dia, pada 1974 hanya ada 12 negara dengan sistem asuransi simpanan ekplisit.
“Tapi sekarang, sudah 139 negara yang mengadopsi sistem penjaminan simpanan dan 29 negara yang mempertimbangkan penerapan sistem ini,” kata Halim dalam Voyage to Indonesia’s Internationa Seminar on Bank Restructuring and Resolution: 20 Years of Asian Financial Crisis di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (28/2).
Halim menuturkan, peran perusahaan asuransi simpanan juga terus berkembang, mulai dari sistem kotak pembayaran menjadi minimize risiko dengan memperluas kewenangan dalam penyelesaian bank.
ADVERTISEMENT
Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
Dengan penyelesaian yang efektif dan tepat waktu, perusahaan asuransi simpanan dapat meminimalkan biaya yang terkait dengan kegagalan bank. “Jadi sangat memungkinkan perusahaan asuransi simpanan memberikan lebih banyak perlindungan kepada deposan,” lanjutnya.
Di hadapan para tamu undangan dari berbagai negara, terutama perwakilan bank-bank yang pernah menghadapi krisis ekonomi, Halim menceritakan pada saat krisis keuangan Asia, menunjukan bahayanya pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlebihan dan peraturan yang rapuh di industri keuangan saat itu.
"Kejadian itu membuat mata uang perbankan mengalami krisis yang disebut Twin Crisis,” jelasnya.
Sementara krisis keuangan Global, kata Halim, telah menunjukkan kepada Indonesia dan banyak negara bahwa peraturan yang lemah dalam industri keuangan yang saat ini berada dalam industri hipotek subprime yang dapat menyebabkan pukulan besar pada ekonomi.
ADVERTISEMENT
“Di seminar ini juga membuat Indonesia belajar dari negara lain yang puluhan tahun hadapi krisis global. Ini juga jadi pertemuan stakeholder dan beberapa orititas perbankan di Asean yang kita undang,” katanya.