Harga Batu Bara Domestik Ditahan, Adaro Bidik Pasar Jepang dan Korea

13 Maret 2018 17:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Boy Thohir (Foto: Dok. Adaro)
zoom-in-whitePerbesar
Boy Thohir (Foto: Dok. Adaro)
ADVERTISEMENT
CEO PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Garibaldi 'Boy' Thohir, angkat bicara soal Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 yang menetapkan harga batu bara khusus untuk PLN sebesar USD 70 per ton untuk nilai kalori 6.322 GAR atau menggunakan Harga Batubara Acuan (HBA) apabila HBA berada di bawah USD 70 per ton.
ADVERTISEMENT
Boy Thohir mengungkapkan, pengaturan harga batu bara untuk kelistrikan di dalam negeri ini akan memengaruhi pendapatan Adaro.
"Revenue pasti berkurang, tapi impact ke bottom line-nya belum tahu. Kenapa saya sebut revenue berkurang, karena harga untuk domestik pasti berubah," kata Boy saat ditemui di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Sudirman, Jakarta, Selasa (13/3).
Untuk meminimalkan dampak dari pengaturan harga batu bara ini, Adaro akan menggenjot penjualan batu bara yang harganya tinggi ke pasar ekspor seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong.
"Kalau di revenue mungkin kita coba optimalkan menjual produk-produk Adaro ke negara-negara yang berani membayar premium dari produk kita seperti ke Jepang, Korea, Hong Kong, Malaysia," ia mengungkapkan.
Selain itu, Adaro akan melakukan efisien biaya operasi agar pendapatan terjaga. "Misalnya perjalanan ke site, mungkin memang selama ini saya sendiri kalau ke site biasanya naik mobil, itu efisiensi-efisiensi sekecil itu yang kita lakukan. Itu di cost," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya diberitakan, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan para pengusaha batu bara selama ini tetap menginginkan agar batu bara untuk kelistrikan mengikuti harga pasar. Menurut Hendra, pengaturan harga batu bara lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.
Penetapan harga sebesar USD 70 per ton akan berdampak negatif pada industri pertambangan batu bara nasional. Para pengusaha tambang batu bara tentu akan mengurangi investasinya karena skala keekonomian yang kurang bagus.
Penurunan investasi berarti pengurangan eksplorasi untuk menemukan cadangan batu bara baru. Bila demikian yang terjadi, cadangan batu bara Indonesia akan habis lebih cepat. Tentu juga akan ada pengurangan tenaga kerja alias Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Jadi posisi awal kita sih inginnya mengikuti harga pasar jadi dualisme harga itu justru banyak mudaratnya. Yang kami inginkan adalah penetapan kebijakan harga ini tentunya juga mempertimbangkan kelangsungan usaha dan yang paling utama adalah mengenai konservasi cadangan," kata Hendra.
ADVERTISEMENT