Harga CPO Jatuh, Saham-saham Sawit Berguguran

26 November 2018 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saham-saham emiten kelapa sawit berguruan pada perdagangan hari ini. Turunnya harga saham mengikuti jatuhnya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan Tandan Buah Segar (TBS).
ADVERTISEMENT
Emiten kelapa sawit yang berguguran di antaranya PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) turun 50 poin (0,45 persen) ke Rp 10.950, PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) turun 6 poin (3,53 persen) ke Rp 164, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) turun 10 poin (0,42 persen) ke Rp 2.350, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) anjlok 14 poin (3,03 persen) ke Rp 448, PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) anjlok 15 poin (1,86 persen) ke Rp 790 dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) anjlok 10 poin (6,10 persen) ke Rp 154.
Mengutip data Bursa Komoditas dan Derivatif Malaysia, harga CPO untuk pengiriman Februari 2019 hanya 1.960 ringgit Malaysia per ton atau sekitar USD 460 per ton. Ini merupakan harga terendah sejak 2015. Bahkan beberapa hari lalu, harga sempat menyentuh USD 450 per ton.
ADVERTISEMENT
Tekanan harga CPO membuat harga pembelian TBS sawit di wilayah Sumatera juga rontok hingga di bawah Rp 1.000 per kilogram (kg). Di sejumlah perkebunan di Sumatera Utara dan Riau, sawit petani bahkan hanya laku Rp 700 per kg.
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
Akibatnya banyak petani membiarkan sawitnya busuk di pohon, karena ongkos panen lebih mahal daripada harga jual.
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi tak memungkiri anjloknya harga CPO karena turunnya permintaan dan melimpahnya stok.
"Suplai kita terus terang saat ini produksi sangat tinggi sehingga memang jadi stok yang berlimpah, perkiraan kita 42 juta ton. Sementara, hanya 32 juta ton terserap di pasar ekspor," katanya ketika dihubungi kumparan.
Tofan menjelaskan kurangnya permintaan CPO disebabkan karena faktor global. Misalnya, kebijakan tarif bea masuk tinggi di India. Sedangkan di Uni Eropa, produk CPO Indonesia terkena kampanye hitam dan kebijakan hambatan perdagangan lainnya.
ADVERTISEMENT