Harga Minyak Anjlok dan Menguatnya Rupiah Untungkan Jokowi

21 November 2018 10:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kilang Balongan milik PT Pertamina RU-VI, Cirebon, Jawa Barat. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kilang Balongan milik PT Pertamina RU-VI, Cirebon, Jawa Barat. (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Harga minyak mentah dunia menunjukkan tren menurun dalam sebulan terakhir. Pada perdagangan Selasa (20/11), waktu Amerika Serikat (AS), harga minyak mentah turun 7 persen hingga berada di level terendah dalam setahun. Anjloknya harga minyak dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan melimpahnya pasokan minyak negara anggota OPEC dan AS di pasar.
ADVERTISEMENT
Mengutip data Reuters, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun USD 3,90 atau 6,8 persen dan ditutup pada USD 53,39. Bahkan pada awal sesi perdagangan sempat jatuh 7,7 persen menyentuh posisi USD 52,77 per barel atau terendah sejak Oktober 2017.
Sementara minyak mentah jenis Brent turun USD 4,50 atau 6,7 persen, menjadi USD 62,29 per barel. Penurunan harga ini memperpanjang tren yang terjadi sejak awal Oktober.
Harga minyak dunia (jenis WTI) mulai mendekati harga minyak acuan pemerintah (ICP) dalam APBN 2018 sebesar USD 48 per barel.
Saat bersamaan, mata uang rupiah mengalami penguatan selama beberapa pekan, setelah sebelumnya tertekan oleh penguatan dolar AS. Nilai tukar mata uang Garuda terhadap dolar AS yang sempat berada pada posisi Rp 15.200, pada perdagangan awal pekan ini berada pada posisi Rp 14.500-14.600. Secara perbandingan bulan ke bulan, rupiah menguat sebesar 3,9 persen. Mengutip data Reuters, Rabu (21/11), kurs rupiah terhadap dolar AS pada pukul 8.24 WIB berada di Rp 14.545.
ADVERTISEMENT
Bila dibandingkan dengan mata uang negara-negara di Asia Tenggara dan Asia lainnya, kinerja nilai tukar rupiah paling cemerlang atau terbaik.
Minyak dan Rupiah Untungkan Jokowi di Tahun Politik Pelemahan harga minyak dunia dan penguatan rupiah berdampak positif ke keuangan negara. Bahkan memberi keuntungan ntuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) di tahun politik. Turunnya harga minyak dan menguatnya rupiah membuat beban keuangan negara untuk menambal subsidi BBM bisa menurun, serta keuangan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) bisa lebih sehat.
Jokowi Resmikan PLTB Sidrap (Foto: Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi Resmikan PLTB Sidrap (Foto: Biro Pers Setpres)
Alasannya, Indonesia sudah sangat besar bergantung pada impor BBM. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor migas Oktober 2018 mencapai USD 2,91 miliar atau naik 26,97 persen dibandingkan September 2018. Demikian juga apabila dibandingkan Oktober 2017 meningkat 31,78 persen.
ADVERTISEMENT
Angka impor jauh lebih tinggi daripada ekspor migas yang mencapai USD 1,48 miliar pada Oktober 2018. Impor pun memakai dolar AS, namun penjualan berbentuk denominasi rupiah. Bilai harga minyak naik dan rupiah melemah, pemerintah dan BUMN sektor energi harus menanggung dua beban yakni melonjaknya beban harga minyak dan kerugian kurs.
Tren harga minyak WTI sepanjang 2018 catat penurunan terendah (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Tren harga minyak WTI sepanjang 2018 catat penurunan terendah (Foto: Reuters)
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menjelaskan keuangan Pertamina dan PLN sedikit bernapas lega karena turunnya harga minyak dan penguatan rupiah. Dengan turunnya harga minyak acuan Brent dan WTI, harga BBM nonsubsidi harapannya tidak naik lagi sampai akhir tahun. Tentunya, ini juga bisa menahan harga kebutuhan pokok pada posisi stabil. Artinya, inflasi bisa terjaga pada kisaran 3,5 persen atau masih rendah.
ADVERTISEMENT
"Yang diuntungkan Pertamina karena impor minyak lebih dari 1 juta barel per hari. Kemudian PLN bisa tekan kerugian kurs yang sempat melebar di kuartal III. Pelaku usaha juga bisa tekan rugi terutama yang bergantung ke stok barang impor," ungkap Bhima kepada kumparan, (21/11).
Meski rupiah menguat dan harga minyak dunia turun, Bhima menjelaskan dampaknya tidak terlalu besar mengerem membengkaknya alokasi subsidi energi sampai akhir 2018.
Realisasi subsidi BBM dan elpiji per September 2018 mencapai Rp 54,3 triliun atau lebih besar 96,7 persen dari realisasi periode sama tahun lalu yang hanya Rp 27,6 triliun.
"Jadi subsidi energi khususnya BBM di akhir tahun ini masih akan melebihi pagu anggaran. Karena sisa beberapa bulan lagi jadi tidak signifikan," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Sentimen positif ini, lanjut Bhima, baru akan menguntungkan Jokowi di 2019. Tak ada lagi dasar untuk menaikkan harga jenis BBM penugasan seperti Premium dan Solar dan jenis BBM umum (nonsubsidi) seperti Pertamax. Apalagi pemerintah telah menetapkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada RAPBN 2019 di angka USD 70 per barel.
"Kalau konteks 2019 rezim bisa tahan BBM jenis subsidi dan penugasan khusus yakni Solar dan Premium. Setidaknya sampai pemilu April 2019 selesai. Elektabilitasnya terjaga," tutupnya.