Harga Pangan dan BBM Diprediksi Dorong Deflasi di Februari 2019

1 Maret 2019 7:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pedagang beras di Pasar Tradisional Pasar Minggu Foto: Ela Nurlaela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang beras di Pasar Tradisional Pasar Minggu Foto: Ela Nurlaela/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) pagi ini akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) selama Februari 2019. Adanya penurunan harga BBM pada bulan lalu diharapkan mendorong laju inflasi lebih rendah dari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memproyeksi, selama bulan lalu akan terjadi deflasi sebesar 0,05 persen secara bulanan (mtm). Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 0,32 persen (mtm) maupun periode yang sama tahun lalu sebesar 0,17 persen (mtm).
"Deflasi 0,05 persen secara bulanan. Lebih rendah bila dibandingkan inflasi Februari tahun lalu yang sebesar 0,17 persen secara bulanan. Sehingga, inflasi keseluruhan tahunan 2019 diprediksi 3-4 persen," ujar Faisal kepada kumparan, Jumat (1/3).
Menurut dia, sisa stok impor beras yang masih cukup, serta datangnya musim panen raya menyebabkan harga pangan terjaga. Kondisi ini menjadi pendorong utama terjadinya deflasi di Februari 2019.
ADVERTISEMENT
"Kemungkinan deflasi, lebih karena deflasi di kelompok volatile food," katanya.
Selain itu, turunnya harga BBM nonsubsidi yang berlaku pada 10 Februari 2019 lalu juga mendorong laju deflasi. Namun menurut Faisal, pengaruh penurunan BBM masih relatif kecil.
Sementara itu Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro memprediksi, selama bulan lalu akan terjadi deflasi sebesar 0,06 persen (mtm) dan 2,59 persen secara tahunan (yoy). Hal ini lebih didorong oleh penurunan harga sejumlah komoditas pangan serta BBM nonsubsidi.
"Perkiraan kami deflasi 0,06 persen (mtm) dan 2,59 persen (yoy)," kata Andry.
Penurunan harga bahan makanan terjadi pada daging ayam ras, telur ayam, bawang merah, cabai merah, minyak, dan gula pasir.
ADVERTISEMENT
Andry melanjutkan, deflasi selama bulan lalu juga terjadi karena produksi dan stok pangan yang memadai. Selain itu, operasi pasar yang agresif juga dinilai efektif untuk mengontrol harga makanan.
"Efektif untuk mengontrol harga makanan bergejolak," jelasnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan, berdasarkan survei pemantauan harga (SPH) yang dilakukan bank sentral hingga pekan ketiga bulan lalu, selama Februari 2019 diperkirakan terjadi deflasi sebesar 0,07 persen (mtm) dan 2,58 persen (yoy).
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2019 yang terjadi inflasi sebesar 0,32 persen (mtm), demikian juga jika dibandingkan dengan Februari 2018 yang sebesar 0,17 persen (mtm).
"SPH BI menunjukkan harga-harga tetap terkendali. SPH sampai minggu ketiga kami perkirakan Februari 2019 akan terjadi deflasi sebesar 0,07 persen (mtm) dan 2,58 persen (yoy)," kata Perry.
ADVERTISEMENT
Rendahnya harga pangan selama bulan lalu dinilai sebagai faktor utama penyebab deflasi. Perry mencatat, cabai merah terjadi penurunan harga sebesar 0,07 persen, bawang merah turun 0,06 persen, telur ayam ras turun 0,05 persen, dan cabai rawit turun 0,02 persen.
"Selain itu ada bensin yang deflasi 0,07 persen karena harga BBM nonsubsidi yang turun dan harga minyak dunia yang juga turun," jelasnya.
Hingga akhir tahun ini, bank sentral memproyeksi laju inflasi akan lebih rendah dari 3,5 persen, sesuai dengan target BI sebesar 3,5 plus minus 1 persen. Adapun sepanjang tahun lalu, laju inflasi sebesar 3,13 persen (yoy).