HIPMI: Tak Dikoordinasikan, Tambahan Libur Lebaran Kontraproduktif

4 Mei 2018 11:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua bidang Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan HIPMI Anggawira (Foto: Nicha Muslimawati/Kumparan.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua bidang Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan HIPMI Anggawira (Foto: Nicha Muslimawati/Kumparan.com)
ADVERTISEMENT
Para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), menilai kebijakan pemerintah menambah libur lebaran akan menurunkan produktivitas dunia usaha.
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan Badan Pengurus Pusat HIPMI Anggawira menilai, pada satu sisi penambahan libur bisa positif untuk beberapa sektor, seperti pariwisata terutama di daerah.
Namun pada sisi yang lain, menurutnya, kebijakan penambahan libur lebaran itu secara otomatis akan mengubah strategi sekaligus target usaha.
"Yang kami sayangkan, terkesan kebijakan itu tanpa dikoordinasikan dengan pengusaha. Padahal, bagi kami yang memiliki bisnis, setiap kebijakan pemerintah akan punya pengaruh. Apalagi jika berkaitan dengan libur, meliburkan karyawan," ujar Anggawira melalui pernyataan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Jumat (4/5).
Sebelumnya melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri di bawah koordinasi Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, pemerintah menambah total libur lebaran 2018 dari semula 8 hari menjadi 11 hari.
ADVERTISEMENT
Setiap kebijakan pemerintah, lanjut Anggawira, jangan sampai kontraproduktif dengan dunia usaha. Sehingga suatu kebijakan hanya berefek positif pada satu sisi saja, namun berdampak buruk bagi sektor yang lain.
SKB 3 Menteri soal cuti bersama Lebaran. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SKB 3 Menteri soal cuti bersama Lebaran. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
"Pemerintah harus merancang membuat kebijakan yang mampu mengakomodir berbagai sisi," tandasnya.
Menurut Anggawira, total libur lebaran yang bisa dinikmati masyarakat dapat menjadi hampir dua pekan. Jumlah itu menurut Anggawira terlalu lama. "Harusnya seperti libur yang sudah-sudah saja. Sehingga pengusaha juga bisa mengantisipasti karena lebaran merupakan libur rutin yang berulang setiap tahun," ujar dia.
Tak adanya koordinasi, kata Anggawira, juga ditunjukkan di antara pemerintah sendiri. Seperti ada kebijakan yang sudah dikeluarkan lalu direvisi. "Sebagai pengusaha tentu kami berharap, setiap kebijakan tidak dibuat sembarangan. Dibuat lalu direvisi lagi, harus ada koordinasi yang lebih jelas di antara pemangku kebijakan di pemerintah," kata dia.
ADVERTISEMENT