Hitungan Neraca Migas yang Bikin Jonan Yakin Harga BBM Tak Perlu Naik

5 September 2018 10:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SPBU Setiabudi, Jakarta Selatan (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SPBU Setiabudi, Jakarta Selatan (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah mencari berbagai siasat untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah, yang telah menembus Rp 14.900 per dolar AS. Untuk mengatasi kondisi serupa pada 2013 silam, salah satu yang dilakukan pemerintah adalah dengan menaikkan harga BBM, untuk menekan konsumsi dan menurunkan impor minyak.
ADVERTISEMENT
Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, meyakini hal itu tak perlu dilakukan untuk kondisi saat ini. Jonan memiliki dasar perhitungan soal neraca minyak dan gas, yang menunjukkan angka defisit sektor tersebut tak sebesar yang dibayangkan.
“Selalu orang membandingkan neraca perdagangan migas, ekspornya berapa impormnya berapa. Akan tetapi bukan itu, penerimaan negara dari lifting juga dilihat. Cuma sedikit selisihnya,” kata Jonan dalam perbincangan dengan media, Selasa (5/9) malam.
Dalam melihat neraca perdagangan migas, menurutnya juga harus diperhitungkan penerimaan negara dari migas. Penerimaan negara yang dimaksud, adalah nilai lifting migas yang memberi kontribusi senilai USD 3,57 miliar pada kuartal II 2018.
Menteri ESDM Ignasius Jonan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Ignasius Jonan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Jika ditambah dengan ekspor migas bagian kontraktor senilai USD 2,97 miliar pada periode yang sama, maka neraca sektor migas masih surplus USD 0,25 miliar. Angka itu berasal dari pencatatan lifting dan total ekspor yang sebesar USD 6,54 miliar, dikurangi impor sektor migas yang terdiri dari minyak mentah, produk dan LPG sepanjang kuartal II 2018 senilai USD 6,29 miliar.
ADVERTISEMENT
Walaupun memang, devisa hasil ekspor migas bagian kontraktor menjadi milik kontraktor yang bersangkutan, meski dicatatkan sebagai penerimaan ekspor Indonesia.
Sementara jika ditotal sepanjang semester I 2018, defisitnya sekitar USD 280 juta atau sekitar Rp 40 miliar per hari. “Secara volume tidak naik terus, kalau nilai memang iya, karena menyesuaikan harga dunia,” kata Jonan.
Petugas Pertamina mengisi BBM ke dalam truk tangki (Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Pertamina mengisi BBM ke dalam truk tangki (Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Menurut dia, dengan gambaran seperti itu, meningkatnya harga minyak dunia tidak menjadi pertimbangan untuk menaikkan harga BBM. Jonan menjelaskan kalau harga BBM dinaikkan, tidak langsung berpengaruh menekan konsumsi.
“Coba bayangkan defisit Rp 40 miliar per hari, kalau setahun Rp 15 triliun. Bandingkan dengan total GDP per tahun sebesar Rp 12.000 triliun, berarti defisit sebesar 1,25 per mil. Jika dibandingkan per jumlah penduduk 265 juta maka defisit per penduduk utk BBM sebesar Rp 56.600 per orang per tahun. Jadi apa perlu BBM naik?” pungkas Jonan.
ADVERTISEMENT