news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Hutchison Klaim Perpanjangan Izin Pengelolaan JICT Sesuai Ketentuan

17 Desember 2018 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana penjagaan JICT saat aksi mogok kerja. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penjagaan JICT saat aksi mogok kerja. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Persoalan perpanjangan izin pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh perusahaan asal Hong Kong, Hutchison Port Holdings masih terus berlanjut. Serikat Pekerja JICT memprotes dan meminta pemerintah membatalkan perpanjangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, Hutchison Port Indonesia (HPI), yang merupakan anak perusahaan Hutchison Port Holdings, menegaskan proses perpanjangan izin pengelolaan JICT sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
“Proses perpanjangan izin telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan melibatkan berbagai pihak,” tulis perusahaan itu dalam keterangan tertulis kepada kumparan, Senin (17/12).
Sejak mengelola pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia sejak 1999, HPI mengaku telah menggelontorkan investasi dengan jumlah besar untuk pengembangan. Pelabuhan ini pun diklaim menjadi yang terbaik di Asia.
“Kami juga telah memberikan peningkatan kesejahteraan yang signifikan kepada karyawan,” imbuh HPI.
Suasana JICT saat aksi mogok kerja. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana JICT saat aksi mogok kerja. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Jenderal SP JICT, M Firmansyah menyebut, JICT pada mulanya adalah unit bisnis di bawah Pelindo II yang pada tahun 1999 diprivatisasi ke HPH dengan harga USD 243 juta untuk kepemilikan 51 persen saham dengan konsesi 20 tahun.
ADVERTISEMENT
“Jadi 51 persen saham JICT itu adalah milik HPH, sedangkan 49 persen milik Pelindo II. Sejak 1999,” katanya.
Sesuai kontrak, semestinya HPH mengelola JICT hingga 2019. Namun pada 5 Agustus 2014, Direktur Utama Pelindo II saat itu, RJ Lino, memperpanjang kontrak sampai 2039 ke HPH dengan upfront fee USD 215 juta.
Namun setahun kemudian pada Desember 2015, Panitia Khusus Angket Pelindo II DPR merekomendasikan pemerintah membatalkan perpanjangan dan menuding kontrak JICT melanggar hukum sehingga diduga merugikan negara.
“Karena nilai perpanjangan kontrak ini lebih rendah dari harga JICT di tahun 1999, padahal set dan produktivitasnya sudah berlipat ganda. Tapi sampai sekarang belum dilaksanakan,” ucap Firmansyah.