Ikut Indonesia, Malaysia Akan Gugat Uni Eropa ke WTO Soal Kelapa Sawit

15 Maret 2019 18:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Persiapan Pembukaan SEA Games ke-29 di Malaysia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Persiapan Pembukaan SEA Games ke-29 di Malaysia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Malaysia ikut protes soal keputusan Komisi Eropa yang menyetop konsumsi kelapa sawit untuk bahan bakar biofuel. Negeri Jiran tersebut akan menggugat Uni Eropa ke Badan Perdagangan Dunia atau WTO.
ADVERTISEMENT
Keputusan yang diambil Malaysia sama seperti Indonesia. Baik Malaysia maupun Indonesia merupakan dua negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Undang Undang Delegasi yang dibuat Komisi Eropa tidak didasarkan pada fakta soal biofuel dan konsep tentang deforestasi.
"Malaysia akan bekerja sama dengan mitra negara-negara produsen kelapa sawit untuk mengatasi masalah ini di WTO," tulis Menteri Perindustrian Malaysia, Teresa Kok, lewat keterangan tertulis yang diterima kumparan, Jumat (15/3).
Teresa menegaskan keputusan Uni Eropa jelas-jelas sebagai tindakan proteksionisme perdagangan.
Surat penolakan Pemerintah Malaysia soal argumentasi Uni Eropa yang menyetop konsumsi kelapa sawit untuk bahan bakar. Foto: Dok. Istimewa
"Saya menentang sepenuhnya keputusan yang diadopsi oleh Komisi Eropa pada hari Rabu di mana minyak kelapa sawit diklasifikasikan sebagai "risiko tinggi". Minyak kelapa sawit negara-negara produsen, termasuk Malaysia. telah secara konsisten mengikuti petunjuk UU Delegasi," katanya.
ADVERTISEMENT
Teresa juga menilai keputusan Uni Eropa tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan fakta riset sebenarnya. Uni Eropa memandang perkebunan kelapa sawit menyebabkan deforestasi berlebihan alias menggerus banyak lahan hutan tidak benar.
"Minyak kelapa sawit menghasilkan delapan kali lebih banyak daripada minyak kacang kedelai AS per hektare, tetapi Komisi Eropa mengklasifikasikan kedelai sebagai "risiko rendah" untuk alasan politik," terangnya.
Kelapa Sawit yang sedang diangkut dengan truk. Foto: Samsul Said/Reuters
Dia melanjutkan, UU Delegasi yang dibuat Komisi Eropa juga tidak memperlihatkan komitmen mereka untuk membantu pengentasan kemiskinan. Komisi Eropa menurunkan status petani kecil dimana hanya memiliki lahan perkebunan seluas 2 hektare. Padahal sebelumnya mereka mengusulkan 2 sampai 5 hektare.
"Undang Undang Delegasi ini mengekspos kata-kata itu kosong. Satu-satunya komitmen adalah diskriminasi dan proteksionisme," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian Malaysia telah mengirim delegasi untuk bertemu para pejabat Uni Eropa dalam rangka menjelaskan sejumlah fakta dan argumentasi. Bagi Malaysia keputusan Komisi Eropa untuk menghapus minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar biofuel dengan alasan deforestasi sama sekali tanpa dasar.
Dari sejumlah riset diketauhi bahwa minyak kelapa sawit bukanlah pendorong utama deforestasi. Malaysia dan Indonesia bahkan telah mendeklarasikan moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit.
Teresa bilang bahwa UU Delegasi hanya untuk memperkaya petani Barat dengan mengorbankan petani kecil Malaysia. UU Delegasi bersifat diskriminatif terhadap ekonomi negara berkembang di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin yang menghasilkan minyak kelapa sawit, dan dirancang untuk melukai mata pencaharian jutaan petani kecil.
ADVERTISEMENT
"Langkah ini juga mencerminkan Uni Eropa tidak mengerti dalam mengimplementasikan tujuan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk pembangunan (SDGs)," sebutnya.