Imbangi The Fed, BI Harusnya Naikkan Suku Bunga 50 Bps

27 September 2018 19:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Forum Kafe BCA Soal Penetrasi Teknologi Digital. (Foto:  Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Forum Kafe BCA Soal Penetrasi Teknologi Digital. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bank Indonesia (BI) hari ini menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75 persen. Deposit facility rate menjadi 5 persen dan suku bunga lending facility sebesar 6,5 persen.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut sebagai upaya BI untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik pasar domestik sehingga memperkuat ketahanan internal Indonesia di tengah tekanan global yang masih tinggi.
Menanggapi hal tersebut, Komisaris Independen PT Bank Central Asia (BBCA) Tbk Cyrillus Harinowo menanggapi positif langkah yang dilakukan BI. Hanya saja, BI seharusnya menaikan suku bunga 50 bps, bukan 25 bps.
"Menurut saya pribadi, Bank Indonesia seharusnya menaikkan 50 basis points lebih baik," ucapnya saat ditemui di Menara BCA, Jakarta Pusat, Kamis (27/9).
Sebab, the Fed atau Bank Sentral AS telah menaikkan suku bunganya hingga 175 bps atau 1,75 persen sepanjang tahun ini. Sementara BI tertinggal 25 bps atau hanya sebesar 150 bps. Untuk itu, Cyrillus menyatakan agar tidak ada gap yang jauh antara suku bunga the Fed dan BI.
Rapat Dewan Gubernur BI September 2018 (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Dewan Gubernur BI September 2018 (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Dan ini kalau dibagi dunia usaha lebih mudah menghadapi kenaikan suku bunga dibandingkan menghadapi fluktuasi nilai tukar," katanya.
Sementara itu, bank sentral juga diminta mencermati perkembangan ekonomi global maupun domestik. Adapun perkembangan global yang harus dicermati yaitu kenaikan suku bunga acuan dari the Fed, ketegangan perdagangan antara AS dengan mitra dagangnya, termasuk dampak krisis mata uang yang terjadi di Turki.
"BI meyakini ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat, didukung oleh indikator fundamental ekonomi yang sehat, antara lain pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, inflasi yang rendah, maupun aspek kondisi sektor keuangan yang membaik," jelasnya.