Impor Kedelai Indonesia dari AS Diperkirakan Naik 3 Persen Tahun Depan

17 Desember 2018 19:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menunjukan kedelai impor di gudang Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/9/2018) (Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menunjukan kedelai impor di gudang Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/9/2018) (Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
ADVERTISEMENT
Indonesia menjadi salah satu pangsa pasar utama kacang kedelai Amerika Serikat (AS) di kawasan Asia Tenggara. Dewan Ekspor Kedelai Amerika Serikat atau United States Soybean Export Council (USSEC) memproyeksikan, nilai ekspor kedelai ke Indonesia naik 3 persen di 2019.
ADVERTISEMENT
Direktur Regional USSEC di Asia Tenggara Timothy Loh mengatakan, kenaikan ini biasanya terjadi karena tingginya permintaan masyarakat Indonesia terhadap kedelai. Tahun ini, AS sudah mengekspor kedelai ke Indonesia sebanyak 2,5 juta ton.
"Sekitar 2,5 juta ton kedelai AS telah diekspor ke sini. Tahun depan proyeksinya naik 3 persen. Peningkatan terjadi biasanya berdasarkan kenaikan konsumsi, bukan soal harganya," kata dia dalam konferensi pers di JW Marriot, Jakarta, Senin (17/12).
Peningkatan ekspor juga tinggi umumnya karena musim panen telah dimulai sejak September. Secara keseluruhan, kata dia, volume ekspor kedelai AS ke Asia Tenggara mencapai 9 juta ton per tahun. Sebagai pengimpor terbanyak, Indonesia menyerap 28 persen kedelai AS di Asia Tenggara.
Kedelai impor Amerika (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Kedelai impor Amerika (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Timothy juga menjelaskan, selama ini sebanyak 95 persen kedelai AS yang diimpor Indonesia digunakan untuk pembuatan tempe. Sementara sisanya digunakan di industri manufaktur seperti bahan makanan dan minuman. Dia mengklaim, kedelai AS sangat bagus untuk dijadikan bahan baku tempe dan tahu.
ADVERTISEMENT
Soal gejolak harga jual kedelai, Timothy enggan berkomentar. Dia hanya mengatakan bahwa adanya perang dagang antara AS dan China memang membuat harga jual ekspor kedelai kompetitif, tapi dia tidak mau berkomentar apakah ke depannya harga akan kembali normal.
Menurut dia, perang dagang antara AS dan China membuat permintaan berkurang. Karena itu, USSEC mengalihkan pasar mereka ke negara lain seperti Uni Eropa yang ekspornya meningkat 40 persen.
"Soal harga belum bisa disampaikan karena banyak faktor yang mempengaruhi. Sebagai dampak perang dagang, harganya sekarang cukup kompetitif," kata dia.
Pagi tadi, USSEC sendiri telah bertemu dengan mitra yang ada di Indonesia. Kebanyakan dari mereka merupakan produsen makanan dan asosiasi. Salah satu agendanya adalah pemaparan dari USSEC dalam mendistribusikan kedelai dari Amerika.
ADVERTISEMENT
Senior Director Marketing USSEC Paul Burke menjelaskan, salah satu yang membedakan AS dengan negara-negara eksportir kedelai lain ke Indonesia ialah AS tidak sekedar menjual. Ada edukasi yang diberikan AS ke negara importir seperti Indonesia. Salah satu edukasinya adalah bagaimana produk yang dihasilkan dari kedelai AS bisa maksimal.
"Tadi pagi, mayoritas yang hadir adalah produsen tahu dan tempe yang diberikan informasi yang lengkap bagaimana memaksimalkan tempe dan tahu itu dengan pengelolaan kacang kedelai AS. USSEC juga mendengar pemikiran dari para peserta. Jadi kami berupaya untuk menyesuaikan diri terutama untuk aspek keberlanjutan produk," katanya.