Inalum Beli Freeport USD 3,85 Miliar, 3 Tahun Bisa Balik Modal

23 Desember 2018 17:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi umumkan Indonesia sah miliki 51 persen saham Freeport di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi umumkan Indonesia sah miliki 51 persen saham Freeport di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejak 21 Desember 2018, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum resmi menjadi pemilik 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Dana sebesar USD 3,85 miliar atau setaa dengan Rp 55,8 triliun disetor Inalum ke Freeport McMoRan Inc (FCX) dan Rio Tinto.
ADVERTISEMENT
Meski uang yang dikeluarkan cukup besar, tapi menurut perhitungan Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi, Inalum sudah bisa balik modal dalam 3 tahun.
Ia menjelaskan, Earning After Tax (EAT) yang dibukukan PTFI rata-rata sebesar USD 2,8 miliar per tahun. Dengan menguasai 51 persen saham PTFI, Inalum bisa meraup dividen sebesar USD 1,4 miliar per tahun.
"Dengan demikian, Pay Back Period (waktu pengembalian dana) divestasi 51 persen saham PTFI sebesar USD 3,8 miliar akan kembali dalam waktu 3 tahun. Setelah itu Indonesia akan memperoleh pendapatan utuh sekitar USD 1,4 miliar, yang 10 persennya dibagikan ke Pemerintah Daerah Papua. Masih ditambah lagi pendapatan dari royalti dan pajak," papar Fahmy kepada kumparan, Minggu (23/12).
Suasana tambang emas Freeport (Foto: REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana tambang emas Freeport (Foto: REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto)
Ia menegaskan, divestasi ini merupakan opsi terbaik yang rasional dan terjangkau dibanding opsi nasionalisasi atau pengambilalihan pada 2021. Meski kontrak PTFI habis pada 2021, pengambilan pada 2021 tak bisa gratis. Perjanjian Kontrak Karya (KK) mengatur bahwa pemerintah harus membeli semua aset, peralatan dan teknologi dengan nilai buku.
ADVERTISEMENT
Menurut hasil appresial lembaga keuangan internasional, nilai buku seluruh aset PTFI ditaksir sebesar USD 6 miliar, jauh lebih mahal dibanding harga 51 persen saham PTFI yang dibeli Inalum dengan harga USD 3,85 miliar.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, harga 100 persen saham PTFI menurut perhitungan FCX mencapai USD 21 miliar. Artinya, 51 persen saham PTFI menurut hitungan FCX mencapai USD 11 miliar. Sementara Inalum membelinya hanya dengan harga USD 3,85 miliar.
"Sekarang nilai perusahaan PTFI hitungan Freeport USD 22 miliar, kalau Kucing Liar enggak dibangun jadi USD 21 miliar. 51 persen sahamnya sekitar USD 11 miliar. Kita beli hanya USD 3,85 miliar. Semua orang yang mengerti bilang ini murah banget, orang Freeport geleng-geleng semua. Kalau saya dibilang merugikan negara, jual saja itu, pasti dapatnya lebih USD 3,85 miliar," tegasnya dalam wawancara khusus dengan kumparan, beberapa waktu lalu.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin
 (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Mengenai dana investasi sebesar USD 20 miliar untuk pengembangan tambah bawah tanah Freeport hingga 2041, Budi pun optimistis bisa menyediakannya tanpa menambah utang.
ADVERTISEMENT
Sebab, biaya investasi sebesar USD 20 miliar tersebut tidak dibutuhkan sekaligus dalam satu waktu, tapi bertahap selama 20 tahun. Jika dirata-rata jadi USD 1 miliar per tahun.
Sementara EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) PTFI mencapai USD 4 miliar per tahun dan laba bersih USD 2 miliar per tahun. Jadi biaya investasi USD 1 miliar per tahun itu bisa dipenuhi dari kas internal PTFI sendiri, tak perlu mencari utang baru.
"EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) dia (PTFI) itu USD 4 miliar. Butuh PMN enggak? Enggak perlu, karena cash flow-nya sudah bisa menutup. Jadi dia itu didanai oleh internal cash flow. Ditakut-takutin saja dibilang butuh USD 20 miliar, EBITDA-nya saja setahun USD 4 miliar, bisa di-cover. Jadi enggak perlu minta tambahan modal ke pemegang saham," papar Budi.
ADVERTISEMENT