Inalum Bisa Investasi USD 20 Miliar di Tambang Freeport Tanpa Utang

5 Oktober 2018 13:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana penggalian di Freeport.
 (Foto:   Instagram @freeportindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penggalian di Freeport. (Foto: Instagram @freeportindonesia)
ADVERTISEMENT
Setelah mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI), PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum sebagai pemilik saham mayoritas tentu harus menyiapkan juga dana investasi untuk pengembangan tambang bawah tanah di Papua.
ADVERTISEMENT
PTFI menyebut biaya investasi untuk pengembangan bawah tanah dari 2021 sampai 2041 sebesar USD 20 miliar. Meski sangat besar, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin optimistis bisa menyediakan dana tersebut tanpa menambah utang.
Sebab, biaya investasi sebesar USD 20 miliar tersebut tidak dibutuhkan sekaligus dalam satu waktu, tapi bertahap selama 20 tahun. Jika dirata-rata jadi USD 1 miliar per tahun.
Sementara EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) PTFI mencapai USD 4 miliar per tahun dan laba bersih USD 2 miliar per tahun. Jadi biaya investasi USD 1 miliar per tahun itu bisa dipenuhi dari kas internal PTFI sendiri, tak perlu mencari utang baru.
"EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) dia (PTFI) itu USD 4 miliar. Butuh PMN enggak? Enggak perlu, karena cash flow-nya sudah bisa menutup. Jadi dia itu didanai oleh internal cash flow. Ditakut-takutin saja dibilang butuh USD 20 miliar, EBITDA-nya saja setahun USD 4 miliar, bisa di-cover. Jadi enggak perlu minta tambahan modal ke pemegang saham," papar Budi dalam wawancara khusus dengan kumparan, pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Lagipula, biaya USD 20 miliar itu dihitung dengan memasukkan rencana pengembangan tambang bawah tanah Kucing Liar. Tanpa Kucing Liar, biaya yang dibutuhkan sampai 2041 hanya USD 12 miliar alias USD 600 juta per tahun.
"Itu kan dibilangnya USD 20 miliar. Ternyata Freeport itu butuh USD 20 miliar kalau dia bangun tambang bawah tanah yang namanya Kucing Liar, dimulainya 2018 sampai 2041. Kalau tanpa Kucing Liar, hanya USD 12 miliar-13 miliar selama 20 tahun. Jadi USD 13 miliar kalau dibagi 20, setahun paling USD 600 juta," ujar Budi.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin
 (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Ia menambahkan, Kucing Liar kemungkinan belum akan dikembangkan sekarang karena perpanjangan izin PTFI maksimal hanya sampai 2041. Jika mulai dikembangkan saat ini, Kucing Liar baru berproduksi pada 2032-2033 dan Freeport cuma menikmati masa produksinya selama 8 tahun.
ADVERTISEMENT
"Kalau Kucing Liar ada, dia bisa produksi sampai 2051 atau 2061. Freeport enggak mau bangun karena rugi. Dia bangun 2021, berproduksi 2032-2033, dia cuma dapat 8 tahun. Kalau mereka dapat perpanjangan lagi, pasti dia bangun," Budi mengungkapkan.
Keekonomian tambang bawah tanah hingga 2041 akan lebih bagus jika pengembangan Kucing Liar ditunda. "Kalau tanpa Kucing Liar, secara NPV (Net Present Value/arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini) sampai 2041 lebih bagus karena investasinya lebih sedikit. Kita bankir lihat NPV-nya. Makanya Freeport bilang enggak usah dulu," tutupnya.