Inalum Jawab Kritik Sudirman Said Soal Freeport

21 Februari 2019 12:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Materi dan Debat BPN Prabowo-Sandi, Sudirman Said, saat di konferensi pers BPN Prabowo-Sandi di Media Center BPN, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Materi dan Debat BPN Prabowo-Sandi, Sudirman Said, saat di konferensi pers BPN Prabowo-Sandi di Media Center BPN, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, mengkritik isi perjanjian pembelian saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh Inalum. Pasalnya, meskipun sudah menjadi pemegang saham mayoritas, bagian terbesar dari keuntungan perusahaan tambang emas itu sampai tahun 2022 masih menjadi milik Freeport McMoRan Inc (FCX).
ADVERTISEMENT
Dalam penjelasannya kepada otoritas bursa AS, FCX menyampaikan meskipun kempemilikan sahamnya di FI tinggal 48,76 persen, namun sampai tahun 2022 81,28 persen dari keuntungan PTFI menjadi milik FCX.
“Dalam penjelasan (disclosure) itu McMoRan juga menyatakan, masih akan mengontrol manajemen operasi PTFI,” kata Sudirman dalam Diskusi Publik dan Bedah Buku bertema Mengelola Sumber Daya Alam, Menjaga Harkat Negeri, Rabu (20/2).
Sudirman menyampaikan, kepemilikan saham FCX di PTFI turun menjadi 48,76 persen. Semestinya sebagai pemegang saham mayoritas, pemerintah Indonesia, dalam hal ini Inalum mendapat bagian keuntungan yang lebih besar, sesuai kepemilikan saham.
“Publik, terutama media perlu mempertanyakan hal ini. Karena Inalum sudah mengeluarkan dana besar untuk menguasai 51,24 persen saham Freeport Indonesia. Mengapa porsi keuntungan terbesar masih menjadi bagian McMoRan, begitu juga dengan kendali operasi perusahaan,” lanjut Sudirman.
ADVERTISEMENT
Yang juga kurang menguntungkan pihak Indonesia, menurut Sudirman, hingga tahun 2021 Inalum belum akan menikmati dividen PTFI. Pasalnya, ada pergseran eksplorasi dari tambang terbuka (open pit) ke tambang tertutup bawah tanah (underground). Pergeseran ini akan menyebabkan pendapatan operasi PTFI menurun, sehingga pemegang saham tidak mendapat deviden, termasuk Inalum.
Sementara pihak Inalum masih harus menggelontorkan lagi dana investasi untuk eksplorasi dan pembangunan smelter, yang jumlahnya juga tidak kecil.
Kritik Sudirman ini langsung dibantah oleh PT Inalum (Persero). Inalum menilai pernyataan Sudirman menyesatkan.
“Pemerintah tidak dirugikan dalam pembelian PTFI. Harusnya Pak Sudirman sebelum berkomentar Tabayyun dahulu sehingga faktanya tidak salah dan menyesatkan masyarakat," kata Head of Corporate Communications and Government Relations Inalum, Rendi Witular, kepada kumparan, Kamis (21/2).
ADVERTISEMENT
Soal dividen yang baru akan dinikmati pasca-2021, Rendi menerangkan, Inalum meneruskan participating agreement Rio Tinto yang memberikan Hak atas dividen 82 persen namun juga Hak atas metal strip revenue sampai 2022 (habisnya participating Agreement).
"Bukan hingga 2041. Melalui skema ini, jumlah penerimaan untuk Inalum dalam 4 tahun ke depan diperkirakan sebesar USD 1,8 miliar, jauh lebih besar dari penerimaan di tahun 2018 yang hanya USD 180 juta," tegasnya.
Suasana tambang emas Freeport Foto: REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto
Rincian penerimaannya 2019-2020 nol, 2021 dan 2022 masing-masing sekitar USD 470 juta dan di 2022 ada tambahan metal strip setara dengan USD 900 juta. Total USD 1,84 miliar.
Inalum membantah anggapan bahwa pembelian 51 persen saham PTFI secara finansial merugikan. Justru investasi Inalum di PTFI sangat menguntungkan. "
ADVERTISEMENT
Laba bersih PTFI, yang mengelola tambang dengan deposit emas terbesar di dunia, diperkirakan akan diatas USD 2 miliar di tahun 2023 hingga 2041," ucapnya.
Inalum telah mengeluarkan USD 3,85 miliar untuk meningkatkan saham mereka di PTFI dari 9,36 persen menjadi 51,2 persen. Dengan porsi kepemilikan tersebut, Inalum diproyeksikan akan mendulang sedikitnya sekitar USD 18 miliar dari laba bersih PTFI dari 2023 hingga 2041.
"Dengan dana tersebut, Inalum juga membeli kekayaan tambang Grasberg senilai lebih dari USD 150 miliar," kata Rendi.
Pendapat Sudirman bahwa pihak Indonesia 'tidak memiliki pengaruh apa-apa' meski memiliki 51 persen saham PTFI juga dibantah. "Justru sekarang pihak Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan dalam penentuan dividen, anggaran, direksi, komisaris. Justru sekarang kontrol manajemen dilakukan bersama pihak Indonesia," tutupnya.
ADVERTISEMENT