Indonesia Kuasai 30 Persen Industri Animasi di Asia Tenggara

8 Oktober 2018 15:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konpers peluncuran program Katapel Bekraf. (Foto: Elsa Olivia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers peluncuran program Katapel Bekraf. (Foto: Elsa Olivia/kumparan)
ADVERTISEMENT
Potensi karya animasi, ilustrasi, hingga games dalam negeri sangat menjanjikan. Buktinya, setelah China, Indonesia menjadi negara kedua yang jadi rujukan para pelaku industri animasi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa dalam mencari hasil karya untuk dipasarkan.
ADVERTISEMENT
Demikian disampaikan Deputi Pemasaran Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Boni Pujianto dalam diskusi di Gedung The Djakarta Theatre, Senin (8/10).
Hal ini didukung dengan pernyataan Budiness Director MediaLink Animation International, Bambang Sutedja, bahwa sebanyak 30 persen dari total pendapatan industri animasi se-Asia Tenggara berasal dari lisensi kreator Indonesia. Saat ini, pendapatan dari lisensi industri animasi di Asia Tenggara mencapai USD 10,4 miliar.
“Perkiraan saya sekitar 30 persen dari angka itu merupakan nilai pendapatan dari lisensi industri animasi Indonesia,” kata Bambang.
Namun, Bambang menyayangkan karena hingga sekarang baru sekitar 7,25 persen kreator Indonesia yang sudah mencatatkan Intellectual Property Rights atau Hak Cipta. Padahal, dengan dicatatnya hasil karya para kreator ini bisa jadi menambah nilai dari karya itu sendiri.
ADVERTISEMENT
“Misalnya itu Brand Calvin Klein. Sekitar 90 persen dari total penjualannya sebesar USD 160 juta berasal dari lisensi nama desainer untuk dimasukkan pada beberapa produk seperti parfum atau pun jeans,” katanya lagi.
Karena itu, mendaftarkan dan memasarkan hasil karya para kreator lokal sangat penting. Sementara itu, Ketua Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia (Ainaki) Adrian Elkana menyampaikan, saat ini selain para kreator, masyarakat juga harus didorong untuk lebih peduli terhadap brand atau merek lokal.
“Jangan nanti kita hanya genjot supply tapi demand-nya tidak ada. Kita sudah beri edukasi dan pembekalan semua pada kreator, tapi pasar di Indonesia masih kecil. Kita lebih suka dengan brand-brand luar negeri, seperti Lee Cooper misalnya. Itu kan kita hanya beli lisensi, produk jeans yang dihasilkan diproduksi di dalam negeri,” tutup Adrian.
ADVERTISEMENT