Indonesia Siap Ikut Ubah Perjanjian Perdagangan ASEAN

7 November 2018 19:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembukaan KTT ke-32 ASEAN (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Pembukaan KTT ke-32 ASEAN (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan diri untuk mengubah perjanjian perdagangan di ASEAN. Sebab hanya Indonesia yang belum mengubahnya, sedangkan negara ASEAN lainnya sudah siap dan sepakat untuk mengubahnya.
ADVERTISEMENT
Perjanjian dagang yang harus segera diratifikasi yaitu ASEAN-India FTA, ASEAN-China FTA, ASEAN-South Korea FTA, dan ASEAN-Australia-New Zealand FTA. Selain itu, ada juga persetujuan ASEAN mengenai petunjuk alat kesehatan, satu lagi protokol untuk pelaksanaan komitmen paket kesembilan dalam persetujuan kerangka kerja ASEAN di bidang jasa.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pihaknya akan menjelaskan sikap pemerintah Indonesia terkait dengan enam ratifikasi atau perubahan perjanjian perdagangan ASEAN. Dia menyebutkan, penjelasan sikap pemerintah akan dibeberkan pada saat Asian Economic Minister di Singapura pada pekan depan.
"Jadi hari Senin saya ditugaskan ke Singapura untuk acara Asian Economic Minister," ujar Enggar di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (7/11).
Mendag Enggartiasto Lukita di Kantor Darmin (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mendag Enggartiasto Lukita di Kantor Darmin (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, tidak ada tenggat waktu untuk menyelesaikan perjanjian tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada tenggat waktu tetapi dalam beberapa pertemuan itu ditanya terus," kata Iman.
Menurut dia, jika Indonesia keluar atau tidak menyetujui ratifikasi perjanjian tersebut, akan berdampak pada beberapa benefit yang ada dalam perjanjian tersebut.
"Misalnya di ASEAN China FTA itu ada amandemen memudahkan pengusaha memenuhi kewajiban origin status produk untuk preferensi. Kalau begini kita tidak bisa menggunakan itu dong," jelasnya.
Meski belum menyetujui ratifikasi tersebut, Iman mengaku, belum ada sanksi yang diterima Indonesia. Namun, potensi yang bisa dimanfaatkan Indonesia dalam perdagangan internasional akan hilang.
"Sejauh ini belum ada, tetapi biasanya dalam semua konvensi mungkin tidak jelas melanggar pasal tetapi membuat benefit tidak dapat dinikmati oleh parties," tambahnya.