Indonesia Yakin Uni Eropa Masih Butuh Produk Sawit

16 April 2018 11:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menebang pohon kelapa sawit (Foto: FP PHOTO / Chaideer Mahyuddin)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menebang pohon kelapa sawit (Foto: FP PHOTO / Chaideer Mahyuddin)
ADVERTISEMENT
Sembilan perwakilan negara Uni Eropa, mengunjungi perkebunan dan industri sawit milik Asian Agri. Kegiatan ini difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit.
ADVERTISEMENT
Kunjungan ini dimaksudkan untuk mengenalkan pengelolaan kelapa sawit di Indonesia, sehingga diharapkan bisa menangkal kampanye negatif industri sawit yang sedang hangat di Uni Eropa. Isu tersebut mencuat, karena Uni Eropa menganggap kelapa sawit tak baik bagi kesehatan dan juga merusak lingkungan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, Dono Boestami, mengatakan, ada hal yang tak wajar dari menghangatnya isu ini.
"Perkebunan sawit itu kan mulainya sudah lebih dari seribu tahun. Asalnya dari Afrika, ditanam di Bogor terus di Sumut (Sumatera Utara). Pertanyaan yang mendasar yang harus kita semua jawab, kenapa kok baru belakang ini aja diributin? Dulu kok enggak pernah diributin," ujarnya saat ditemui kumparan (kumparan.com) di perkebunan sawit Asian Agri, Senin (16/4).
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ketika disinggung soal seberapa optimistis pihaknya melihat keberlanjutan Uni Eropa sebagai pasar kelapa sawit Indonesia, ia mengatakan bahwa Uni Eropa merupakan salah satu pasar terpenting untuk industri kelapa sawit nasional.
"Ini kepentingannya sama, kita butuh pasarnya, mereka butuh produk kita," tambahnya.
Dono Boestami, Dirut BPDP Kelapa Sawit (Foto: Muhammad Fadli Rizal /kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dono Boestami, Dirut BPDP Kelapa Sawit (Foto: Muhammad Fadli Rizal /kumparan)
Menurutnya, jika Indonesia kehilangan pasar kelapa sawit, yang paling dirugikan adalah petani sawitnya.
Lebih lanjut, menurutnya, saat ini jika dibandingkan dengan semua jenis tanaman penghasil minyak nabati, yang produktivitasnya paling besar per satu hektarnya adalah kelapa sawit. Sehingga, baginya tak akan mudah bagi Uni Eropa untuk beralih dari kelapa sawit, apalagi jika melihat keterbatasan lahan di Eropa.
"Nah itu mereka dapat lahan dari mana? Lahan mereka saat ini cukup enggak mengganti minyak sawit gitu? Sekarang kalau dia mau ganti, satu-satunya jalan mereka harus buka hutan, mereka larang Indonesia, tapi mereka boleh," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menyoal boikot, menurutnya itu bukan jalan yang baik, karena dapat merugikan kedua belah pihak. Sehingga jalan terbaik adalah saling menghargai.
"Ya mutual benefit, mutual respect. Mutual undestanding and mutual respect, sama-sama kepentingan bersama," tutupnya.